Satinah dan Keluarga, Foto: Kompas |
KORANMIGRAN - Satinah seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Ungaran Jawa Tengah yang dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi akhirnya bebas dari dakwaan hukuman mati.
BMI asal Ungaran Jawa Tengah ini setelah dibebaskan dari hukuman matiakhirnya dipulangkan ke Indonesia dan dijadwalkan tiba di Jakarta Rabu 2/9-15 dan diperkirakan tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 11.00.
"Setelah melalui proses dan waktu yang panjang, upaya pemerintah membuahkan hasil membebaskan warganya dari hukuman mati," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Menurut Nusron, dari BNP2TKI, yang ikut menjemput Satinah adalah Direktur Pemberdayaan Arini Rahyuwati dan Direktur Pelayanan Pengaduan Moh Safri, serta Kabag Humas BNP2TKI Haryanto dan juga Keluarga.
Namun, karena Satinah dalam keadaan sakit, yang bersangkutan akan difasilitasi berobat di RS Polri RS Sukanto Kramat Jati jika bersedia.
"Selanjutnya setelah diizinkan pulang, Satinah akan diantarkan ke rumah di Ungaran. Biaya dari bandara, rumah sakit, sampai ke tempat tinggalnya dibiayai APBN BNP2TKI," ungkapnya.
Ketika dikonfirmasi Arini Rahyuwati menyampaikan bahwa mereka sudah di Bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput kepulangan Satinah. Ia juga menyampaikan bahwa begitu tiba, kondisi kesehatan Satinah akan diperiksa dan akan langsung dibawa ke rumah sakit jika memang membutuhkan perawatan.
"Kami sudah koordinasikan dengan pihak keluarga dan juga jajaran kami di Semarang terkait dengan proses ini," katanya.
Seperti diketahui, pada tanggal 30 Agustus 2015, pengacara KBRI, Radhwan Al Musigheh, yang menangani kasus WNI terancam hukuman mati atas nama Satinah binti Jumadi Amad, menginformasikan bahwa administrasi kasus Satinah telah selesai. Satinah pada hari itu dipindahkan dari penjara Buraidah ke penjara Riyadh untuk segera dipulangkan.
Setelah menyelesaikan beberapa kendala imigrasi, akhirnya Selasa malam pukul 21.00 waktu Arab Saudi, Satinah dapat diterbangkan dengan pendampingan atase hukum KBRI Riyadh.
Terkait dengan penanganan di Jawa Tengah, pihak Kementerian Luar Negeri juga sudah melakukan koordinasi dengan Pemda Jawa Tengah dan BNP2TKI. Keluarga, dalam hal ini putrinya, sudah didatangkan ke Jakarta untuk mendampingi selama di rumah sakit.
Dalam kasus tersebut, Satinah dituntut hukuman mati qishas karena melakukan pembunuhan terhadap majikannya, Nura Al Gharib (70), pada tanggal 17 Juni 2007. Pembunuhan tersebut tidak terencana, tetapi sebagai luapan emosi akibat dipukul oleh majikan dengan penggaris kayu. Satinah membunuh dengan memukul tengkuk majikannya menggunakan penggilingan roti. Akibat panik, Satinah kabur dengan membawa tas yang di dalamnya terdapat uang senilai 37.000 riyal. Pada hari itu juga, Satinah ditangkap oleh Kepolisian Buraidah.
Pada tahun 2008, semula Satinah divonis dengan hukuman mati hadd ghillah (pembunuhan terencana sehingga hanya dapat diampuni oleh Allah). Namun, dengan berbagai upaya pembelaan, akhirnya pada tahun 2009 hukuman diturunkan menjadi qishas. Semula Satinah akan dieksekusi pada 21 Juni 2011, tetapi dengan upaya pemerintah, eksekusi tersebut dapat ditunda guna memberikan kesempatan lebih luas mengupayakan pemaafan.
Ahli waris korban pada awalnya bersedia memberikan maaf dengan diat sebesar 10 juta riyal (sekitar Rp 30 miliar), tetapi dalam proses negosiasi akhirnya menjadi 7 juta riyal (sekitar Rp 21 miliar).
Setelah proses negosiasi panjang pada tanggal 19 Mei 2014, Satinah akhirnya menyampaikan kepada Pengadilan Buraidah kesiapan membayar diat sebesar 7 juta riyal (1,1 juta riyal dari pengusaha Arab Saudi, 500.000 riyal dari APJATI, dan 5,4 juta riyal dari APBN).
Meskipun sudah dibebaskan dari tuntutan hukuman mati hak khusus, Satinah tidak otomatis bebas karena masih harus menjalani tuntutan hukuman mati hak umum atas tuduhan pembunuhan, zina muhson, dan pencurian.
Dalam proses persidangan hak umum, Satinah terserang stroke dan hingga saat ini masih dalam proses pemulihan.
Pada tanggal 15 April 2015, pengadilan di Provinsi Buraidah telah menjatuhkan putusan terhadap tuntutan hak umum atas WNI atas nama Satinah binti Jumadi Amad dengan vonis delapan tahun penjara. Vonis terdiri dari tiga tahun atas tuduhan berbuat zina dan mengambil uang serta lima tahun tuduhan pembunuhan secara sengaja.
Mengingat Satinah telah dipenjara sejak 16 Juni 2007, dengan sendirinya, Satinah dibebaskan karena telah mencukupi delapan tahun masa tahanan.
Berhubung JPU tidak menerima putusan tersebut dan mengajukan nota banding namun hakim tetap tidak mengabulkan tuntutan banding oleh JPU. Oleh karena itu oleh Pengadilan Buraidah melimpahkan kasus tersebut kepada Gubernur Qaseem dan Kementerian Dalam Negeri untuk penyelesaian administrasi bagi pembebasan Satinah dari penjara dan selanjutnya pemulangan ke Indonesia.
BMI asal Ungaran Jawa Tengah ini setelah dibebaskan dari hukuman matiakhirnya dipulangkan ke Indonesia dan dijadwalkan tiba di Jakarta Rabu 2/9-15 dan diperkirakan tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 11.00.
"Setelah melalui proses dan waktu yang panjang, upaya pemerintah membuahkan hasil membebaskan warganya dari hukuman mati," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Menurut Nusron, dari BNP2TKI, yang ikut menjemput Satinah adalah Direktur Pemberdayaan Arini Rahyuwati dan Direktur Pelayanan Pengaduan Moh Safri, serta Kabag Humas BNP2TKI Haryanto dan juga Keluarga.
Namun, karena Satinah dalam keadaan sakit, yang bersangkutan akan difasilitasi berobat di RS Polri RS Sukanto Kramat Jati jika bersedia.
"Selanjutnya setelah diizinkan pulang, Satinah akan diantarkan ke rumah di Ungaran. Biaya dari bandara, rumah sakit, sampai ke tempat tinggalnya dibiayai APBN BNP2TKI," ungkapnya.
Ketika dikonfirmasi Arini Rahyuwati menyampaikan bahwa mereka sudah di Bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput kepulangan Satinah. Ia juga menyampaikan bahwa begitu tiba, kondisi kesehatan Satinah akan diperiksa dan akan langsung dibawa ke rumah sakit jika memang membutuhkan perawatan.
"Kami sudah koordinasikan dengan pihak keluarga dan juga jajaran kami di Semarang terkait dengan proses ini," katanya.
Seperti diketahui, pada tanggal 30 Agustus 2015, pengacara KBRI, Radhwan Al Musigheh, yang menangani kasus WNI terancam hukuman mati atas nama Satinah binti Jumadi Amad, menginformasikan bahwa administrasi kasus Satinah telah selesai. Satinah pada hari itu dipindahkan dari penjara Buraidah ke penjara Riyadh untuk segera dipulangkan.
Setelah menyelesaikan beberapa kendala imigrasi, akhirnya Selasa malam pukul 21.00 waktu Arab Saudi, Satinah dapat diterbangkan dengan pendampingan atase hukum KBRI Riyadh.
Terkait dengan penanganan di Jawa Tengah, pihak Kementerian Luar Negeri juga sudah melakukan koordinasi dengan Pemda Jawa Tengah dan BNP2TKI. Keluarga, dalam hal ini putrinya, sudah didatangkan ke Jakarta untuk mendampingi selama di rumah sakit.
Dalam kasus tersebut, Satinah dituntut hukuman mati qishas karena melakukan pembunuhan terhadap majikannya, Nura Al Gharib (70), pada tanggal 17 Juni 2007. Pembunuhan tersebut tidak terencana, tetapi sebagai luapan emosi akibat dipukul oleh majikan dengan penggaris kayu. Satinah membunuh dengan memukul tengkuk majikannya menggunakan penggilingan roti. Akibat panik, Satinah kabur dengan membawa tas yang di dalamnya terdapat uang senilai 37.000 riyal. Pada hari itu juga, Satinah ditangkap oleh Kepolisian Buraidah.
Pada tahun 2008, semula Satinah divonis dengan hukuman mati hadd ghillah (pembunuhan terencana sehingga hanya dapat diampuni oleh Allah). Namun, dengan berbagai upaya pembelaan, akhirnya pada tahun 2009 hukuman diturunkan menjadi qishas. Semula Satinah akan dieksekusi pada 21 Juni 2011, tetapi dengan upaya pemerintah, eksekusi tersebut dapat ditunda guna memberikan kesempatan lebih luas mengupayakan pemaafan.
Ahli waris korban pada awalnya bersedia memberikan maaf dengan diat sebesar 10 juta riyal (sekitar Rp 30 miliar), tetapi dalam proses negosiasi akhirnya menjadi 7 juta riyal (sekitar Rp 21 miliar).
Setelah proses negosiasi panjang pada tanggal 19 Mei 2014, Satinah akhirnya menyampaikan kepada Pengadilan Buraidah kesiapan membayar diat sebesar 7 juta riyal (1,1 juta riyal dari pengusaha Arab Saudi, 500.000 riyal dari APJATI, dan 5,4 juta riyal dari APBN).
Meskipun sudah dibebaskan dari tuntutan hukuman mati hak khusus, Satinah tidak otomatis bebas karena masih harus menjalani tuntutan hukuman mati hak umum atas tuduhan pembunuhan, zina muhson, dan pencurian.
Dalam proses persidangan hak umum, Satinah terserang stroke dan hingga saat ini masih dalam proses pemulihan.
Pada tanggal 15 April 2015, pengadilan di Provinsi Buraidah telah menjatuhkan putusan terhadap tuntutan hak umum atas WNI atas nama Satinah binti Jumadi Amad dengan vonis delapan tahun penjara. Vonis terdiri dari tiga tahun atas tuduhan berbuat zina dan mengambil uang serta lima tahun tuduhan pembunuhan secara sengaja.
Mengingat Satinah telah dipenjara sejak 16 Juni 2007, dengan sendirinya, Satinah dibebaskan karena telah mencukupi delapan tahun masa tahanan.
Berhubung JPU tidak menerima putusan tersebut dan mengajukan nota banding namun hakim tetap tidak mengabulkan tuntutan banding oleh JPU. Oleh karena itu oleh Pengadilan Buraidah melimpahkan kasus tersebut kepada Gubernur Qaseem dan Kementerian Dalam Negeri untuk penyelesaian administrasi bagi pembebasan Satinah dari penjara dan selanjutnya pemulangan ke Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment