KORANMIGRAN - Biaya penempatan yang memberatkan adalah momok bagi BMI dan jelas-jelas tindakan jahat ini dilakukan hanya untuk menghisap habis buruh yang dikirim pemerintah ke luar negeri. Lewat KEPMEN 98/2012 tentang Biaya Penempatan TKI Domestik ke Hong Kong SAR adalah modus jahat pembiayaan ganda berlebih (Double Overcharging). Beban ganda yang sangat memberatkan BMI ini menjadi harus segera dipenuhi oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Hong Kong bila ingin terus mempekerjakan Buruh Migran Indonesia.
Berikut besaran biaya penempatan berkaitan dengan Kepmen 98/2012:
No KOMPONEN JUMLAH JUMLAH KETERANGAN
(Rp) (HKD) Ditanggung TKI
1. Asuransi perlindungan TKI 400.000 363 Kurs 1$HK= Rp. 1.100
2. Pemeriksaan psikologi 250.000 227 sda
3. Pemeriksaan kesehatan 700.000 636 sda
4. Paspor 255.000 231 sda
5. Biaya pelatihan (600 Jampel)
6. Akomodasi dan konsumsi
selama di penampungan
(110 hari) 5.500.000 5.000 sda
6. Peralatan dan bahan praktek 3.000.000 2.727 sda
7. Uji kompetensi 150.000 136 sda
8. Jasa PPPTKIS (1 bulan gaji TKI) 4.114.000 3.740 sda
9. Jasa agensi (10% gaji pertama) 4.114.000 3.740 sda
Total 14.780.000 13.436
Secara umum besaran biaya perekrutan adalah :
No KOMPONEN JUMLAH (Rp) JUMLAH (HKD) KETERANGAN
Ditanggung Majikan
1. Legalisasi kontrak kerja 341.000 310 Kurs 1$HK = Rp.1.100
2. Asuransi TKI di HKSAR 1.320.000 1.200 sda
3. Tes kesehatan TKI di HKSAR 660.000 600 sda
4. Visa kerja 176.000 160 sda
5. Transportasi
- Airport tax dan handling 300.000 272 sda
- Tiket ke HK-Jawa (pp) 4.000.000 3.636 sesuai jarak asal TKI ke HKSAR
- Tiket ke HK-Luar Jawa (pp) 7.000.000 6.363
6. Jasa Agensi HKSAR 5.500.000 5.000 sda
Total: dari Jawa 12.297.000 11.179
dari luar Jawa 15.297.000 13.906
Setelah mengkaji Kepmen ini diketahui bahwa kepmen ini tidak bertujuan mengurangi persoalan tingginya biaya penempatan BMI tujuan Hong Kong. Peraturan ini justru melegalisasikan perampasan upah lewat dengan semakin memperbesar biaya penempatan BMI tujuan Hong Kong.
Berikut ini adalah dampak Kepmen 98/2012 terhadap BMI di Hong Kong diantaranya melanggengkan praktek potongan gaji yang sangat tinggi (overcharging) dan bahkan BMI jadi terancam kehilangan lowongan pekerjaan. Meski nampaknya biaya yang ditanggung BMI berkurang, dari HK$21.000 turun HK$13.436 dan diharapkan potongan berkurang dari 7 bulan menjadi 4.5 bulan (jika cicilan @HKD3.000 per bulan), namun sebenarnya tanggungan biaya-biaya lain dilimpahkan kepada majikan (lihat kolom).
Majikan yang umumnya hanya mengeluarkan biaya sebesar HK$4.000 – HK$5.000 untuk mempekerjakan seorang PRT dari Indonesia, kini harus mengeluarkan biaya sebesar HK$11.179 jika merekrut BMI dari Jawa dan sebesar HK $13.906 jika merekrut dari luar Jawa.
Kebanyakan pengguna BMI (majikan) ingin biaya yang semurah mungkin untuk mempekerjakan BMI dan karena Kepmen tersebut maka kemungkinan besar majikan akan lebih memilih PRT dari negara lain yang biaya perekrutannya lebih murah.
Ini berarti BMI terancam kehilangan lowongan pekerjaan. Jika majikan tetap mau merekrut dari Indonesia tetapi tidak mau menanggung biaya tersebut, maka majikan akan melimpahkan
sebagian atau bahkan keseluruhan biayanya kepada BMI.
Ini berarti BMI bukan hanya membayar tanggungannya sendiri tapi juga tanggungan majikan. Potongan gaji akan lebih panjang. Setelah lunas potongan 4.5 bulan, majikan akan mulai memotong gaji BMI untuk menuntupi biaya yang sudah dia keluarkan
Bekerjasama dengan agency, majikan tidak akan takut memanipulasi bukti penerimaan gaji yang menunjukan seakan-akan BMI sudah menerima gaji penuh padahal sebenarnya setelah itu uangnya dirampas lagi oleh majikan/agency.
Dari penjabaran diatas jelas menunjukan Kepmen 98/2012 tidak akan mengurangi beban BMI tapi justru sebaliknya menarik biaya lebih besar lagi dari BMI (double overcharging). Kepmen 98/2012 tidak mengurangi jumlah biaya penempatan seperti yang dijanjikan tetapi justru menjadi lebih mahal/tinggi.
Jika dulu TKI menanggung keseluruhan biaya yang ditetapkan pemerintah Indonesia, kini pemerintah membaginya dengan pihak majikan. Jika kedua biaya yang dibebankan kepada BMI dan majikan dijumlahkan maka berikut ini perhitungannya:
Ditanggung TKI (HKD) Ditanggung Majikan (HKD) Jumlah (HKD)
Perekrutan dari Jawa 13.436 11.179 24,615
Perekrutan dari Luar Jawa 13.906 27.342
Perhitungan tersebut menunjukan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan agar BMI bisa bekerja ke HK jauh lebih mahal. Dan seperti yang dijelaskan diatas, jika majikan tidak bersedia menanggung sepenuhnya maka akan dibebankan kembali ke pundak BMI.
BMI dikenakan biaya ganda dengan diwajibkan membayar beberapa biaya yang sebenarnya sudah dibayar pihak majikan, antara lain: Asuransi Perlindungan TKI. Berdasarkan peraturan pemerintah Hong Kong, setiap majikan diwajibkan membeli asuransi bagi pekerjanya. Asuransi ini berlaku sejak di Hong Kong sampai selesai kontrak kerja yang mencakup asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dan lain sebagainya.
Oleh karena sudah diasuransikan di Hong Kong maka pembiayaan membeli asuransi di Indonesia sebesar Rp. 400.000 atau HKD 363 harus dihapuskan. Selain itu, majikan umumnya membelikan sendiri asuransi bagi PRT-nya ke perusahaan asuransi pilihan mereka. Tetapi jika kini majikan diwajibkan untuk membayar keseluruhan biaya (seperti yang tercantum di kolom atas) kepada pihak agency untuk bisa mempekerjakan seorang BMI, maka sama artinya agencylah yang akan mengatur pembelian asuransi tersebut.
Hal inilah yang diduga menjadi ladang bisnis baru bagi para calo/agency di HK. Agency dan perusahaan asuransi kemudian akan bermain dengan memonopoli asuransi hanya oleh perusahaan-perusahaan asuransi tertentu yang tentu saja disetujui oleh pihak KJRI Hong Kong.
Berdasarkan evaluasi DPR disimpulkan bahwa asuransi tidak melindungi BMI . Mayoritas BMI bahkan tidak memegang polis asuransinya sendiri karena ditahan PPTKIS sehingga tidak tahu nama perusahaan asuransi yang menjaminnya, tidak bisa mengajukan klaim asuransi bila di PHK atau terminet atau mengalami kecelakaan.
Parahnya lagi saat BMI diterminet dan dipulangkan, banyak PPTKIS yang mencuri klaim asuransi atas nama BMI yang mendapat masalah tersebut. Pemeriksaan kesehatan Guna menyakinkan calon pekerjanya mampu menjalankan tugas-tugas rumah tangga selama dia di HK, majikan sangat berkepentingan mengetahui status kesehatan kita.
Maka dari itu, biaya pemeriksaan kesehatan (medical check-up) sepenuhnya menjadi tanggungjawab majikan. Terserah majikan apakah ingin dicek satu atau dua kali, sebelum berangkat atau sesampainya di HK. Sehingga tidak seharusnya BMI dikenakan biaya medikal lagi yang menyebabkan biaya yang sangat mahal hingga mencapai Rp. 700.000 atau HK$636. Biaya-biaya yang sebenarnya tidak diperlukan:
Biaya pelatihan
Berdasarkan pengalaman para BMI di HK, majikan sebenarnya tidak menuntut PRT-nya untuk menguasai banyak jenis ketrampilan. Umumnya cukup bahasa Kantonis/Inggris agar bias berkomunikasi, familiar dengan alat-alat elektronik dan memasak.
Demi ketrampilan itulah, semua calon BMI dikurung di penampungan dan dikenakan biaya selangit. Namun setibanya di HK, majikan umumnya masih mengajari pekerjanya lagi agar BMI bisa menyesuaikan dengan kebiasaan dan tuntutan keluarganya. Bahkan beberapa jenis training yang diberikan di penampungan sama sekali tidak terpakai di rumah majikan.
Lebih dari itu, tidak ada jaminan bahwa majikan akan memperlakukan BMI dengan baik atau tidak mem-PHK meski BMI berkoban berbulan-bulan di penampungan dan menghapal semua jenis training yang diberikan.
Kewajiban memberikan ketrampilan bagi semua calon BMI adalah tanggungjawab negara kepada rakyatnya dan tidak seharusnya dilempar kepada swasta. - Uji kompetensi Tidak ada satupun majikan yang meminta sertifikat lulus uji kompetensi dari BMI ketika dia memilih calon PRT atau ketika pekerjanya tiba di HK. Sehingga komponen ini sangat tidak diperlukan dan hanya menjadi alat untuk merampasi uang BMI saja.
Jika pemerintah Indonesia membutuhkan sertifikat tersebut maka harus diadakan dan diberikan secara cuma-cuma. - Tes psikologi Peraturan wajib tes psikologi ini didasarkan pada Peraturan Presiden (Pepres) No. 64/2011 yang mengeluarkan kebijakan khusus setelah SBY kecam secara nasional dan internasional gagal melindungi BMI yang terkena hukuman mati. Salah satunya adalah kasus Ruyati yang dipancung di Arab Saudi karena membunuh majikan perempuannya yang kejam menganianya.
Menyikapi persoalan ini, SBY malah mewajibkan semua calon BMI untuk ikut tes psikologi guna meyakinkan tidak punya gejala kejiwaan (stress/gila). Selain itu, juga mewajibkan untuk mengikuti 600 jam pelatihan guna meyakinkan kemampuan kerjanya.
Padahal para BMI yang dihukum mati atau terancam hukuman mati tersebut hanyalah korban kekerasan keluarga majikan, dianiaya, diperkosa, tidak dibayar, tidak diberi makan, berkomunikasi dan pelanggaran lainnya.
Karena tidak punya libur dan dilarang keluar rumah maka mereka tidak tahu harus kemana meminta pertolongan. Mayoritas juga tidak tahu alamat dan nomor telpon perwakilan pemerintah Indonesia diluar negeri.
Karena tidak tahan disiksa dan kalut, akhirnya mereka melawan majikannya dengan kekerasan. Sayangnya pemerintah Indonesia tidak mau menyelidiki lebih dalam masalah apa yang melatarbelakangi kenekatan para BMI tersebut dan mencari solusi-solusi yang dibutuhkan. Kini malah mengeluarkan peraturan baru tes psikologi dan BMI diharuskan membayar untuk ini:
Jasa Agency (10%) Berdasarkan peraturan Hong Kong, biaya 10% ini hanya dikenakan kepada buruh yang sudah ada di HK dan mencari pekerjaan lewat agen-agen HK. Biaya ini
tidak berlaku bagi buruh migran yang mendaftar dari negara asalnya.
Bagi seorang pendatang baru atau yang mendaftar lagi dari negaranya hanya diwajibkan membayar komisi ke PPTKIS sebesar 1 bulan gaji.
Menghapus Kontrak Mandiri dan Menjerat BMI Dengan Perbudakan Hutang
Pemerintah menghilangkan hak BMI untuk melakukan kontrak secara mandiri dan mengikat semua BMI dengan PPTKIS yang memberangkatkannya.
Hal ini bisa dilihat dari cuplikan pembukaan Kepmen sbb:
“Jika TKI telah bekerja selama 2 tahun (finish kontrak) dan pulang ke Indonesia kurang dari 1 tahun maka dia hanya dibebaskan untuk tidak membayar biaya pelatihan dan uji kompetensi. Namun jika dia di Indonesia lebih dari 1 tahun maka hanya dibebaskan dari biaya pelatihan saja.”
Sekali lagi menegaskan bahwa pemerintah telah melimpahkan keseluruhan pengurusan BMI ke HK kepada PPTKIS/agency dan tidak berniat untuk menerapkan kontrak mandiri utamanya bagi BMI yang sudah mampu. Mewajibkan semua BMI tanpa terkecuali untuk mendaftarkan diri ke PPTKIS agar bisa bekerja ke HK, termasuk mereka yang sudah ex-Hong Kong. Agar tidak terkena biaya pelatihan ulang, BMI harus bertahan dengan satu PPTKIS (yang memberangkatkan).
Hal ini selaras dengan peraturan KJRI-HK (SE 2524) yang melarang pindah agency selama 2 tahun pertama dan menunggu visa di Macau/China. Memberi peluang bisnis bagi PPTKIS/ agency/calo untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan menarik biaya yang berbeda-beda dari calon BMI.
Untuk meyakinkan agar BMI tidak lari ke agency lain, majikanpun diharuskan membelikan tiket pulang pergi langsung bagi pekerjanya. Padahal pengalaman kongkret kita semua membuktikan tidak ada jaminan BMI bisa finish 2 tahun kontrak.
Seiring dengan semakin parahnya krisis ekonomi, banyak sekali BMI menjadi korban PHK sebelum kontraknya berakhir.
Dengan diterapkannya Kepmen ini, maka para BMI korban terminetan ini diwajibkan untuk membayar lagi seluruh biaya penempatan layaknya baru pertama kali ke HK.
Kepmen ini menjebak BMI ke dalam sistem perbudakan hutang yang tidak ada ujung akhirnya. Tujuan kita keluar negeri untuk mencari nafkah bagi keluargapun terampas oleh kerakusan PPTKIS/agency dan pemerintah Indonesia.
Kepmen 98/2012 hanya peraturan lipstick
Perlu diketahui bahwa sebelum Kepmen ini muncul, pemerintah telah mengeluarkan tiga peraturan tentang penurunan biaya penempatan seperti berikut ini:
1. MoU/2003 sebesar HK$16,000
2. Dirjen Binapenta No. 653/2004 sebesar Rp. 9.132.000
3. Dirjen Binapenta Kep. 186/PPTK/VII/2008 sebesar Rp. 15.550.000 plus biaya pembinaan USD15 Tapi kenyataannya hingga kini BMI di Hong Kong tetap dikenakan biaya HK$21.000. Hanya saja bedanya kali ini, pemerintah seolah memperkecil biaya tersebut sehingga menimbulkan kesan seolah-olah biaya BMI berkurang banyak.
Namun secara esensi sama saja, bahkan BMI tidak hanya membayar HK$ 21.000 seumur hidupnya. Banyak sekali BMI yang mengulangi biaya tersebut utamanya jika mereka korban terminetan (di PHK) atau mendaftarkan diri lagi dari Indonesia (eks).
Meski tidak tinggal di penampungan PPTKIS dan lebih memilih menunggu visa di rumah tetapi BMI masih tetap dikenakan potongan 7 bulan gaji. PPTKIS tidak segan menyita surat-surat penting keluarga dan memaksa mereka menantangani surat jaminan pelunasan hutang.
Sedang setibanya di Hong Kong, paspor dan kontrak kerja BMI dirampas dan ditahan agency selama bekerja. Selain itu juga dipaksa tanda-tangan “hutang potongan” dengan bank-bank kreditan lintah darat (financing company) dan jika menolak membayar maka diteror melalui telpon, surat tagihan termasuk ke keluarga di Indonesia, kunjungan langsung, hingga ancaman terminetan dari majikan.
Para lintah darat ini bahkan tidak malu menggunakan bahasa kotor dan menghina BMI. Beberapa yang mencoba meminta pertolongan dari perwakilan pemerintah RI di Hong Kong (KJRI) juga harus kecewa. Ketika datang para BMI ini tidak mendapat sambutan yang simpatik, kasus mereka ditelantarkan begitu saja dan tidak diurusi sementara BMI harus berjuang menghadapi terror Bank/agency dan menyelamatkan pekerjaannya dari terminetan, dan seringnya malah disalahkan dengan alasan sudah tanda tangan perjanjian dengan PPTKIS di Indonesia.
KJRI terang-terangan memberitahu pihaknya tidak bisa menghentikan potongan selangit tersebut dan tidak bisa menolong BMI dari teror. Sikap semacam ini yang membuktikan bahwa KJRI lebih memihak kepada PPTKIS/agency daripada menolong BMI yang selama ini lebih berjasa kepada negara.
Lalu Apa Arti Julukan Pahlawan Devisa?
Selama ini BMI sangat terbebani dengan aturan biaya penempatan yang amat tinggi ini. BMI dan keluarganya tidak berdaya menolak biaya penempatan karena itu sudah jadi peraturan negara. Secara ekonomi, upah yang seharusnya dikirim ke kampung akhirnya dirampas PPTKIS/agency.
Disisi lain, jika menolak membayar maka BMI akan diteror dan diancam kehilangan pekerjaan. Akhir-akhir ini malah banyak ditemukan kasus BMI yang diterminet setelah potongannya habis atau sebelum tahun kontraknya berakhir dengan tujuan agar BMI dipulangkan ke Indonesia dan dikenakan biaya penempatan selangit lagi.
Keberadaan peraturan ini tidak akan meringankan beban BMI tetapi justru memperburuknya. Jika dulu kita tidak berdaya melawan PPTKIS / agency, kini majikan pun akan lebih semena-mena karena merasa sudah mengeluarkan biaya mahal untuk mendatangkan kita.
Kepmen 98/2012 ini tidak lain hanya alat pemerintah untuk melegalkan perampasan upah BMI.
Membuka semakin banyak peluang untuk pemalsuan identitas calon BMI
Kemiskinan dan pengangguran yang semakin kronis di Indonesia memaksa jutaan rakyat, baik dari Jawa maupun dari pulau-pulau lain, terpaksa bekerja keluar negeri sebagai TKI. Namun karena biaya perekrutan dari luar Jawa akan lebih mahal, maka tentu majikan lebih memilih dari Jawa.
Namun ini tidak berarti menghentikan keinginan rakyat dari luar Jawa untuk keluar negeri yang kemudian dijadikan peluang baru bagi PPTKIS untuk memungut biaya tambahan dari calon BMI agar majikan tidak membayar terlalu mahal.
Memalsukan Identitas Calon BMI
Sebelum peraturan ini dikeluarkanpun sudah banyak sekali kasus pemalsuan identitas BMI. Hal ini yang kemudian dijadikan sebagai salah satu alasan pemerintah untuk menerapkan peraturan wajib KTKLN bagi seluruh calon BMI dan BMI yang sudah luar negeri.
Kini terbukti KTKLN tidak membawa manfaat tetapi justru lebih menjerumuskan BMI ke limbah pemerasan dan penipuan.
Kita tidak boleh langsung senang dan bersorak gembira. Dalam sejarah pengiriman TKI keluar negeri telah terbukti bahwa setiap kali pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan baru, pasti nasib BMI akan lebih buruk lagi.
Meski istilah “perlindungan” selalu ditaruh di setiap peraturan, namun tidak mampu menutupi niat asli pemerintah yaitu untuk merampasi gaji TKI melalui pemungutan berbagai jenis biaya keluar negeri. Kata perlindungan selalu berakhir dengan pemerasan.
Contoh kongkretnya adalah KTKLN, Asuransi TKI, Terminal khusus TKI, pelarangan kontrak mandiri, pembayaran paspor melalui Bank BNI (TKI membayar komisi HKD10), dan lain sebagainya. Kepmen 98/2012 kali inipun tidak ada bedanya dengan peraturan-peraturan lainnya, bukan perlindungan tetapi hanya cara melegalisasikan perampasan upah BMI.
Sebenarnya peraturan pemerintah HK pasal 8 telah mengatur: Majikan harus bertanggungjawab atas semua biaya penempatan BMI meliputi biaya pemeriksaan kesehatan, biaya pengesahan oleh konsulat terkait, biaya visa, biaya asuransi, biaya administrasi atau biaya lainnya seperti biaya Indonesian Overseas Employment Administration, atau biaya lain yang serupa yang dikenakan oleh pemerintah yang berwenang.
Jika BMI telah membayar biaya penempatan tersebut diatas, majikan seharusnya mengganti pembiayaan ini kepada BMI dengan mengganti sepenuhnya jumlah pengeluaran yang dibayar BMI, sesuai dengan bukti pembayaran.
Majikan wajib menanggung seluruh biaya yang dibutuhkan untuk mempekerjakan seorang PRT dari negara lain. Baik biaya yang ditetapkan pemerintah HK maupun pemerintah Indonesia.
BMI tidak seharusnya menanggung biaya apapun untuk bisa bekerja ke Hong Kong. Namun tuntutan ini tidak akan mudah terpenuhi dibawah pemerintahan Indonesia hari ini yang hanya mementingkan keuntungan dibanding kesejahteraan rakyatnya sendiri.
Maka untuk itu tuntutan ini diajukan untuk menghapus biaya-biaya ganda atau yang tidak diperlukan yakni biaya asuransi perlindungan TKI (HKD 363), Pemeriksaan kesehatan (HKD 636), Tes Psikologi (HKD 227), Biaya pelatihan (HKD 7.727), Uji Kompetensi (HKD 136), Jasa Agency (10% dari gaji satu bulan.
Berikut besaran biaya penempatan berkaitan dengan Kepmen 98/2012:
No KOMPONEN JUMLAH JUMLAH KETERANGAN
(Rp) (HKD) Ditanggung TKI
1. Asuransi perlindungan TKI 400.000 363 Kurs 1$HK= Rp. 1.100
2. Pemeriksaan psikologi 250.000 227 sda
3. Pemeriksaan kesehatan 700.000 636 sda
4. Paspor 255.000 231 sda
5. Biaya pelatihan (600 Jampel)
6. Akomodasi dan konsumsi
selama di penampungan
(110 hari) 5.500.000 5.000 sda
6. Peralatan dan bahan praktek 3.000.000 2.727 sda
7. Uji kompetensi 150.000 136 sda
8. Jasa PPPTKIS (1 bulan gaji TKI) 4.114.000 3.740 sda
9. Jasa agensi (10% gaji pertama) 4.114.000 3.740 sda
Total 14.780.000 13.436
Secara umum besaran biaya perekrutan adalah :
No KOMPONEN JUMLAH (Rp) JUMLAH (HKD) KETERANGAN
Ditanggung Majikan
1. Legalisasi kontrak kerja 341.000 310 Kurs 1$HK = Rp.1.100
2. Asuransi TKI di HKSAR 1.320.000 1.200 sda
3. Tes kesehatan TKI di HKSAR 660.000 600 sda
4. Visa kerja 176.000 160 sda
5. Transportasi
- Airport tax dan handling 300.000 272 sda
- Tiket ke HK-Jawa (pp) 4.000.000 3.636 sesuai jarak asal TKI ke HKSAR
- Tiket ke HK-Luar Jawa (pp) 7.000.000 6.363
6. Jasa Agensi HKSAR 5.500.000 5.000 sda
Total: dari Jawa 12.297.000 11.179
dari luar Jawa 15.297.000 13.906
Setelah mengkaji Kepmen ini diketahui bahwa kepmen ini tidak bertujuan mengurangi persoalan tingginya biaya penempatan BMI tujuan Hong Kong. Peraturan ini justru melegalisasikan perampasan upah lewat dengan semakin memperbesar biaya penempatan BMI tujuan Hong Kong.
Berikut ini adalah dampak Kepmen 98/2012 terhadap BMI di Hong Kong diantaranya melanggengkan praktek potongan gaji yang sangat tinggi (overcharging) dan bahkan BMI jadi terancam kehilangan lowongan pekerjaan. Meski nampaknya biaya yang ditanggung BMI berkurang, dari HK$21.000 turun HK$13.436 dan diharapkan potongan berkurang dari 7 bulan menjadi 4.5 bulan (jika cicilan @HKD3.000 per bulan), namun sebenarnya tanggungan biaya-biaya lain dilimpahkan kepada majikan (lihat kolom).
Majikan yang umumnya hanya mengeluarkan biaya sebesar HK$4.000 – HK$5.000 untuk mempekerjakan seorang PRT dari Indonesia, kini harus mengeluarkan biaya sebesar HK$11.179 jika merekrut BMI dari Jawa dan sebesar HK $13.906 jika merekrut dari luar Jawa.
Kebanyakan pengguna BMI (majikan) ingin biaya yang semurah mungkin untuk mempekerjakan BMI dan karena Kepmen tersebut maka kemungkinan besar majikan akan lebih memilih PRT dari negara lain yang biaya perekrutannya lebih murah.
Ini berarti BMI terancam kehilangan lowongan pekerjaan. Jika majikan tetap mau merekrut dari Indonesia tetapi tidak mau menanggung biaya tersebut, maka majikan akan melimpahkan
sebagian atau bahkan keseluruhan biayanya kepada BMI.
Ini berarti BMI bukan hanya membayar tanggungannya sendiri tapi juga tanggungan majikan. Potongan gaji akan lebih panjang. Setelah lunas potongan 4.5 bulan, majikan akan mulai memotong gaji BMI untuk menuntupi biaya yang sudah dia keluarkan
Bekerjasama dengan agency, majikan tidak akan takut memanipulasi bukti penerimaan gaji yang menunjukan seakan-akan BMI sudah menerima gaji penuh padahal sebenarnya setelah itu uangnya dirampas lagi oleh majikan/agency.
Dari penjabaran diatas jelas menunjukan Kepmen 98/2012 tidak akan mengurangi beban BMI tapi justru sebaliknya menarik biaya lebih besar lagi dari BMI (double overcharging). Kepmen 98/2012 tidak mengurangi jumlah biaya penempatan seperti yang dijanjikan tetapi justru menjadi lebih mahal/tinggi.
Jika dulu TKI menanggung keseluruhan biaya yang ditetapkan pemerintah Indonesia, kini pemerintah membaginya dengan pihak majikan. Jika kedua biaya yang dibebankan kepada BMI dan majikan dijumlahkan maka berikut ini perhitungannya:
Ditanggung TKI (HKD) Ditanggung Majikan (HKD) Jumlah (HKD)
Perekrutan dari Jawa 13.436 11.179 24,615
Perekrutan dari Luar Jawa 13.906 27.342
Perhitungan tersebut menunjukan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan agar BMI bisa bekerja ke HK jauh lebih mahal. Dan seperti yang dijelaskan diatas, jika majikan tidak bersedia menanggung sepenuhnya maka akan dibebankan kembali ke pundak BMI.
BMI dikenakan biaya ganda dengan diwajibkan membayar beberapa biaya yang sebenarnya sudah dibayar pihak majikan, antara lain: Asuransi Perlindungan TKI. Berdasarkan peraturan pemerintah Hong Kong, setiap majikan diwajibkan membeli asuransi bagi pekerjanya. Asuransi ini berlaku sejak di Hong Kong sampai selesai kontrak kerja yang mencakup asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dan lain sebagainya.
Oleh karena sudah diasuransikan di Hong Kong maka pembiayaan membeli asuransi di Indonesia sebesar Rp. 400.000 atau HKD 363 harus dihapuskan. Selain itu, majikan umumnya membelikan sendiri asuransi bagi PRT-nya ke perusahaan asuransi pilihan mereka. Tetapi jika kini majikan diwajibkan untuk membayar keseluruhan biaya (seperti yang tercantum di kolom atas) kepada pihak agency untuk bisa mempekerjakan seorang BMI, maka sama artinya agencylah yang akan mengatur pembelian asuransi tersebut.
Hal inilah yang diduga menjadi ladang bisnis baru bagi para calo/agency di HK. Agency dan perusahaan asuransi kemudian akan bermain dengan memonopoli asuransi hanya oleh perusahaan-perusahaan asuransi tertentu yang tentu saja disetujui oleh pihak KJRI Hong Kong.
Berdasarkan evaluasi DPR disimpulkan bahwa asuransi tidak melindungi BMI . Mayoritas BMI bahkan tidak memegang polis asuransinya sendiri karena ditahan PPTKIS sehingga tidak tahu nama perusahaan asuransi yang menjaminnya, tidak bisa mengajukan klaim asuransi bila di PHK atau terminet atau mengalami kecelakaan.
Parahnya lagi saat BMI diterminet dan dipulangkan, banyak PPTKIS yang mencuri klaim asuransi atas nama BMI yang mendapat masalah tersebut. Pemeriksaan kesehatan Guna menyakinkan calon pekerjanya mampu menjalankan tugas-tugas rumah tangga selama dia di HK, majikan sangat berkepentingan mengetahui status kesehatan kita.
Maka dari itu, biaya pemeriksaan kesehatan (medical check-up) sepenuhnya menjadi tanggungjawab majikan. Terserah majikan apakah ingin dicek satu atau dua kali, sebelum berangkat atau sesampainya di HK. Sehingga tidak seharusnya BMI dikenakan biaya medikal lagi yang menyebabkan biaya yang sangat mahal hingga mencapai Rp. 700.000 atau HK$636. Biaya-biaya yang sebenarnya tidak diperlukan:
Biaya pelatihan
Berdasarkan pengalaman para BMI di HK, majikan sebenarnya tidak menuntut PRT-nya untuk menguasai banyak jenis ketrampilan. Umumnya cukup bahasa Kantonis/Inggris agar bias berkomunikasi, familiar dengan alat-alat elektronik dan memasak.
Demi ketrampilan itulah, semua calon BMI dikurung di penampungan dan dikenakan biaya selangit. Namun setibanya di HK, majikan umumnya masih mengajari pekerjanya lagi agar BMI bisa menyesuaikan dengan kebiasaan dan tuntutan keluarganya. Bahkan beberapa jenis training yang diberikan di penampungan sama sekali tidak terpakai di rumah majikan.
Lebih dari itu, tidak ada jaminan bahwa majikan akan memperlakukan BMI dengan baik atau tidak mem-PHK meski BMI berkoban berbulan-bulan di penampungan dan menghapal semua jenis training yang diberikan.
Kewajiban memberikan ketrampilan bagi semua calon BMI adalah tanggungjawab negara kepada rakyatnya dan tidak seharusnya dilempar kepada swasta. - Uji kompetensi Tidak ada satupun majikan yang meminta sertifikat lulus uji kompetensi dari BMI ketika dia memilih calon PRT atau ketika pekerjanya tiba di HK. Sehingga komponen ini sangat tidak diperlukan dan hanya menjadi alat untuk merampasi uang BMI saja.
Jika pemerintah Indonesia membutuhkan sertifikat tersebut maka harus diadakan dan diberikan secara cuma-cuma. - Tes psikologi Peraturan wajib tes psikologi ini didasarkan pada Peraturan Presiden (Pepres) No. 64/2011 yang mengeluarkan kebijakan khusus setelah SBY kecam secara nasional dan internasional gagal melindungi BMI yang terkena hukuman mati. Salah satunya adalah kasus Ruyati yang dipancung di Arab Saudi karena membunuh majikan perempuannya yang kejam menganianya.
Menyikapi persoalan ini, SBY malah mewajibkan semua calon BMI untuk ikut tes psikologi guna meyakinkan tidak punya gejala kejiwaan (stress/gila). Selain itu, juga mewajibkan untuk mengikuti 600 jam pelatihan guna meyakinkan kemampuan kerjanya.
Padahal para BMI yang dihukum mati atau terancam hukuman mati tersebut hanyalah korban kekerasan keluarga majikan, dianiaya, diperkosa, tidak dibayar, tidak diberi makan, berkomunikasi dan pelanggaran lainnya.
Karena tidak punya libur dan dilarang keluar rumah maka mereka tidak tahu harus kemana meminta pertolongan. Mayoritas juga tidak tahu alamat dan nomor telpon perwakilan pemerintah Indonesia diluar negeri.
Karena tidak tahan disiksa dan kalut, akhirnya mereka melawan majikannya dengan kekerasan. Sayangnya pemerintah Indonesia tidak mau menyelidiki lebih dalam masalah apa yang melatarbelakangi kenekatan para BMI tersebut dan mencari solusi-solusi yang dibutuhkan. Kini malah mengeluarkan peraturan baru tes psikologi dan BMI diharuskan membayar untuk ini:
Jasa Agency (10%) Berdasarkan peraturan Hong Kong, biaya 10% ini hanya dikenakan kepada buruh yang sudah ada di HK dan mencari pekerjaan lewat agen-agen HK. Biaya ini
tidak berlaku bagi buruh migran yang mendaftar dari negara asalnya.
Bagi seorang pendatang baru atau yang mendaftar lagi dari negaranya hanya diwajibkan membayar komisi ke PPTKIS sebesar 1 bulan gaji.
Menghapus Kontrak Mandiri dan Menjerat BMI Dengan Perbudakan Hutang
Pemerintah menghilangkan hak BMI untuk melakukan kontrak secara mandiri dan mengikat semua BMI dengan PPTKIS yang memberangkatkannya.
Hal ini bisa dilihat dari cuplikan pembukaan Kepmen sbb:
“Jika TKI telah bekerja selama 2 tahun (finish kontrak) dan pulang ke Indonesia kurang dari 1 tahun maka dia hanya dibebaskan untuk tidak membayar biaya pelatihan dan uji kompetensi. Namun jika dia di Indonesia lebih dari 1 tahun maka hanya dibebaskan dari biaya pelatihan saja.”
Sekali lagi menegaskan bahwa pemerintah telah melimpahkan keseluruhan pengurusan BMI ke HK kepada PPTKIS/agency dan tidak berniat untuk menerapkan kontrak mandiri utamanya bagi BMI yang sudah mampu. Mewajibkan semua BMI tanpa terkecuali untuk mendaftarkan diri ke PPTKIS agar bisa bekerja ke HK, termasuk mereka yang sudah ex-Hong Kong. Agar tidak terkena biaya pelatihan ulang, BMI harus bertahan dengan satu PPTKIS (yang memberangkatkan).
Hal ini selaras dengan peraturan KJRI-HK (SE 2524) yang melarang pindah agency selama 2 tahun pertama dan menunggu visa di Macau/China. Memberi peluang bisnis bagi PPTKIS/ agency/calo untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan menarik biaya yang berbeda-beda dari calon BMI.
Untuk meyakinkan agar BMI tidak lari ke agency lain, majikanpun diharuskan membelikan tiket pulang pergi langsung bagi pekerjanya. Padahal pengalaman kongkret kita semua membuktikan tidak ada jaminan BMI bisa finish 2 tahun kontrak.
Seiring dengan semakin parahnya krisis ekonomi, banyak sekali BMI menjadi korban PHK sebelum kontraknya berakhir.
Dengan diterapkannya Kepmen ini, maka para BMI korban terminetan ini diwajibkan untuk membayar lagi seluruh biaya penempatan layaknya baru pertama kali ke HK.
Kepmen ini menjebak BMI ke dalam sistem perbudakan hutang yang tidak ada ujung akhirnya. Tujuan kita keluar negeri untuk mencari nafkah bagi keluargapun terampas oleh kerakusan PPTKIS/agency dan pemerintah Indonesia.
Kepmen 98/2012 hanya peraturan lipstick
Perlu diketahui bahwa sebelum Kepmen ini muncul, pemerintah telah mengeluarkan tiga peraturan tentang penurunan biaya penempatan seperti berikut ini:
1. MoU/2003 sebesar HK$16,000
2. Dirjen Binapenta No. 653/2004 sebesar Rp. 9.132.000
3. Dirjen Binapenta Kep. 186/PPTK/VII/2008 sebesar Rp. 15.550.000 plus biaya pembinaan USD15 Tapi kenyataannya hingga kini BMI di Hong Kong tetap dikenakan biaya HK$21.000. Hanya saja bedanya kali ini, pemerintah seolah memperkecil biaya tersebut sehingga menimbulkan kesan seolah-olah biaya BMI berkurang banyak.
Namun secara esensi sama saja, bahkan BMI tidak hanya membayar HK$ 21.000 seumur hidupnya. Banyak sekali BMI yang mengulangi biaya tersebut utamanya jika mereka korban terminetan (di PHK) atau mendaftarkan diri lagi dari Indonesia (eks).
Meski tidak tinggal di penampungan PPTKIS dan lebih memilih menunggu visa di rumah tetapi BMI masih tetap dikenakan potongan 7 bulan gaji. PPTKIS tidak segan menyita surat-surat penting keluarga dan memaksa mereka menantangani surat jaminan pelunasan hutang.
Sedang setibanya di Hong Kong, paspor dan kontrak kerja BMI dirampas dan ditahan agency selama bekerja. Selain itu juga dipaksa tanda-tangan “hutang potongan” dengan bank-bank kreditan lintah darat (financing company) dan jika menolak membayar maka diteror melalui telpon, surat tagihan termasuk ke keluarga di Indonesia, kunjungan langsung, hingga ancaman terminetan dari majikan.
Para lintah darat ini bahkan tidak malu menggunakan bahasa kotor dan menghina BMI. Beberapa yang mencoba meminta pertolongan dari perwakilan pemerintah RI di Hong Kong (KJRI) juga harus kecewa. Ketika datang para BMI ini tidak mendapat sambutan yang simpatik, kasus mereka ditelantarkan begitu saja dan tidak diurusi sementara BMI harus berjuang menghadapi terror Bank/agency dan menyelamatkan pekerjaannya dari terminetan, dan seringnya malah disalahkan dengan alasan sudah tanda tangan perjanjian dengan PPTKIS di Indonesia.
KJRI terang-terangan memberitahu pihaknya tidak bisa menghentikan potongan selangit tersebut dan tidak bisa menolong BMI dari teror. Sikap semacam ini yang membuktikan bahwa KJRI lebih memihak kepada PPTKIS/agency daripada menolong BMI yang selama ini lebih berjasa kepada negara.
Lalu Apa Arti Julukan Pahlawan Devisa?
Selama ini BMI sangat terbebani dengan aturan biaya penempatan yang amat tinggi ini. BMI dan keluarganya tidak berdaya menolak biaya penempatan karena itu sudah jadi peraturan negara. Secara ekonomi, upah yang seharusnya dikirim ke kampung akhirnya dirampas PPTKIS/agency.
Disisi lain, jika menolak membayar maka BMI akan diteror dan diancam kehilangan pekerjaan. Akhir-akhir ini malah banyak ditemukan kasus BMI yang diterminet setelah potongannya habis atau sebelum tahun kontraknya berakhir dengan tujuan agar BMI dipulangkan ke Indonesia dan dikenakan biaya penempatan selangit lagi.
Keberadaan peraturan ini tidak akan meringankan beban BMI tetapi justru memperburuknya. Jika dulu kita tidak berdaya melawan PPTKIS / agency, kini majikan pun akan lebih semena-mena karena merasa sudah mengeluarkan biaya mahal untuk mendatangkan kita.
Kepmen 98/2012 ini tidak lain hanya alat pemerintah untuk melegalkan perampasan upah BMI.
Membuka semakin banyak peluang untuk pemalsuan identitas calon BMI
Kemiskinan dan pengangguran yang semakin kronis di Indonesia memaksa jutaan rakyat, baik dari Jawa maupun dari pulau-pulau lain, terpaksa bekerja keluar negeri sebagai TKI. Namun karena biaya perekrutan dari luar Jawa akan lebih mahal, maka tentu majikan lebih memilih dari Jawa.
Namun ini tidak berarti menghentikan keinginan rakyat dari luar Jawa untuk keluar negeri yang kemudian dijadikan peluang baru bagi PPTKIS untuk memungut biaya tambahan dari calon BMI agar majikan tidak membayar terlalu mahal.
Memalsukan Identitas Calon BMI
Sebelum peraturan ini dikeluarkanpun sudah banyak sekali kasus pemalsuan identitas BMI. Hal ini yang kemudian dijadikan sebagai salah satu alasan pemerintah untuk menerapkan peraturan wajib KTKLN bagi seluruh calon BMI dan BMI yang sudah luar negeri.
Kini terbukti KTKLN tidak membawa manfaat tetapi justru lebih menjerumuskan BMI ke limbah pemerasan dan penipuan.
Kita tidak boleh langsung senang dan bersorak gembira. Dalam sejarah pengiriman TKI keluar negeri telah terbukti bahwa setiap kali pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan baru, pasti nasib BMI akan lebih buruk lagi.
Meski istilah “perlindungan” selalu ditaruh di setiap peraturan, namun tidak mampu menutupi niat asli pemerintah yaitu untuk merampasi gaji TKI melalui pemungutan berbagai jenis biaya keluar negeri. Kata perlindungan selalu berakhir dengan pemerasan.
Contoh kongkretnya adalah KTKLN, Asuransi TKI, Terminal khusus TKI, pelarangan kontrak mandiri, pembayaran paspor melalui Bank BNI (TKI membayar komisi HKD10), dan lain sebagainya. Kepmen 98/2012 kali inipun tidak ada bedanya dengan peraturan-peraturan lainnya, bukan perlindungan tetapi hanya cara melegalisasikan perampasan upah BMI.
Sebenarnya peraturan pemerintah HK pasal 8 telah mengatur: Majikan harus bertanggungjawab atas semua biaya penempatan BMI meliputi biaya pemeriksaan kesehatan, biaya pengesahan oleh konsulat terkait, biaya visa, biaya asuransi, biaya administrasi atau biaya lainnya seperti biaya Indonesian Overseas Employment Administration, atau biaya lain yang serupa yang dikenakan oleh pemerintah yang berwenang.
Jika BMI telah membayar biaya penempatan tersebut diatas, majikan seharusnya mengganti pembiayaan ini kepada BMI dengan mengganti sepenuhnya jumlah pengeluaran yang dibayar BMI, sesuai dengan bukti pembayaran.
Majikan wajib menanggung seluruh biaya yang dibutuhkan untuk mempekerjakan seorang PRT dari negara lain. Baik biaya yang ditetapkan pemerintah HK maupun pemerintah Indonesia.
BMI tidak seharusnya menanggung biaya apapun untuk bisa bekerja ke Hong Kong. Namun tuntutan ini tidak akan mudah terpenuhi dibawah pemerintahan Indonesia hari ini yang hanya mementingkan keuntungan dibanding kesejahteraan rakyatnya sendiri.
Maka untuk itu tuntutan ini diajukan untuk menghapus biaya-biaya ganda atau yang tidak diperlukan yakni biaya asuransi perlindungan TKI (HKD 363), Pemeriksaan kesehatan (HKD 636), Tes Psikologi (HKD 227), Biaya pelatihan (HKD 7.727), Uji Kompetensi (HKD 136), Jasa Agency (10% dari gaji satu bulan.
Ayo kita kritisi kebijakan rezim yang eksploitatif.
ReplyDelete