Deklarasi PPRI Sulawesi Tengah belangsung di pasar inpres Palu. Photo: PPRI Sulteng. |
KORANMIGRAN, Palu - Puluhan mahasiswa dan aktivis menggelar aksi untuk mendeklarasikan pembentukan Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI) Sulawesi Tengahdi, yang berlangsung di Pasar Inpres Manonda, Jl Kunduri, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Kamis (21 January 2016).
Aksi ini dimulai sekitar pukul 15.30 WITA, massa membentuk barisan dan membentangkan spanduk bertuliskan “Pemerintahan Jokowi/JK Gagal Sejahterakan Rakyat, Bangun Kekuatan (tandingan) Rakyat Tanpa Elit Politik.”
Kemudian peserta aksi berorasi secara bergantian, Nisma Abdullah, selaku ketua umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sekaligus Kolektif Nasional PPRI mengawali orasi, dengan tegas Nisma mengatakan sampai sekarang pemerintah tidak mampu menyediahkan lapangan pekerjaan dengan upah yang layak, sehingga rakyat miskin banyak yang memilih menjadi TKI.
“Hingga detik ini, pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan dengan upah yang mampu menyejahterakan rakyat. Saya menjadi TKI selama 10 tahun di Kuwait untuk bekerja karena tidak ada pekerjaan di negeri sendiri,” kata Nisma dalam orasinya.
Lebih dari 200 buruh migran Indonesia (BMI) atau yang kerap disebut TKI (tenaga kerja Indonesia) terancam hukuman mati di luar negeri. Mereka terpaksa bekerja di luar negeri untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, bahkan sekalipun dengan jalan tanpa dokumen (Non Prosedural). Akibatnya, posisi tawar BMI sangat lemah, mereka kerap menjadi korban penyiksaan, pelecehan seksual, hingga perdagangan manusia (Human Trafficking).
Selain mengangkat persoalan BMI, PPRI juga mempersoalkan mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Sembilan tahun lalu, biaya SPP Universitas Tadulako hanya Rp 300 ribu, sekarang meroket menjadi Rp 1,75 juta per semester. Biaya pendaftaran masuk sekolah menengah atas (SMA) juga meroket mencapai Rp 10 juta.
Dibidang kesehatan, rakyat diwajibkan membayar biaya iuran BPJS sebesar Rp 25 ribu sampai Rp 59 ribu per orang. Dalam satu keluarga biasanya beranggotakan minimal empat orang, yang menjadikan iuran BPJS memberatkan ekonomi rakyat. Disisi lain, pemerintah aktif mengundang investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Tengah. Ada berbagai usaha pertambangan dan sawit yang beroperasi di Sulawesi Tengah. Sejalan dengan itu, pusat-pusat perbelanjaan dibangun di kota Palu yang mengancam keberlangsungan pasar rakyat.
“Padahal kita punya nikel, kita punya migas, kita punya tanah subur untuk kebun sawit, kita punya emas, tapi kita hidup miskin,” kata Koko Epen, anggota Pembebasan Kabupaten Poso.
Pemerintahan Jokowi dinilai gagal mennyejahterakan rakyat, sehingga rakyat perlu membangun alat politiknya sendiri untuk melawan rezim yang memerintah saat ini.
“Rezim borjuis Jokowi-JK telah gagal mensejahterakan kaum buruh dan rakyat, oleh karenanya pembangunan persatuan gerakan rakyat adalah hal yang tak terelakan. Itu untuk melawan pemerintahan kaki tangan imprealis/kapitalis,” ujar korlap aksi, Irwan, saat membacakan pernyataan sikap.
Adapun 11 tuntutan mendesak PPRI Sulawesi Tengah sebagai berikut:
- Berikan pendidikan dan kesehatan gratis
- Wujudkan demokrasi kerakyatan
- Hentikan diskriminasi terhadap perempuan
- Adili dan penjarakan pelaku pelanggan Hak Asasi Manusia (HAM)
- Tolak pasar modern
- Cabut PP Nomor 78 tentang Pengupahan
- Retribusi kekayaan nasional
- Nasionalisasi seluruh aset strategis di bawah kontrol rakyat
- Cabut UU anti demokrasi sepeti UU Intelijen, UU Ormas, RUU Kamnas dll
- Hapuskan sistem ketenagakerjaan kontrak dan outsourcing
- Lawan militerisme
Berikut organisasi massa dan partai yang tergabung dalam PPRI Sulawesi Tengah dan turut serta dalam aksi tersebut yaitu, Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) Kota Palu, Poso dan Luwuk, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Kaum Miskin Kota (KMK), Solidaritas Indonesia (SI) dan terakhir Partai Pembebasan Rakyat (PPR).
0 komentar:
Post a Comment