Selain Rika, ada 158 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di negeri jiran. Photo: Istimewa. |
KORANMIGRAN - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), merespon pemberitahan yang mengabarkan adanya BMI asal Kecamatan Jambon, Ponorogo, Jawa Timur yang terancam hukuman mati di Malaysia, karena tertangkap tangan membawa Narkoba jenis sabu di bandara Penang, Malaysia.
Wakil Ketua umum SBMI, Ramches, memberikan tanggapannya tentang kasus BMI tersebut dan dia mengatakan bahwa kasus Rika sama dengan Mary Jane, Buruh Migran dari Philipina.
"Ini bukan modus baru, kasus Rita mirip dengan apa yang dialami Mary Jane Veloso, buruh migran asal Filipina, yang juga menjadi korban jebakan mafia perdagangan narkoba sekaligus manusia, Rita juga dititipi tas berisi narkoba" Kata Ramches.
Saat ini Rita sedang harap cemas menunggu tuntutan yang akan dibacakan oleh jaksa pengadilan Malaysia pada Selasa, 26 Januari 2016 nanti. Perempuan ini ditangkap petugas bea cukai ketika tengah transit di Penang, Malaysia usai sebelumnya terbang dari India pada Juli 2013, bersama narkotika jenis sabu seberat empat kilogram di dalam tasnya.
Berdasarkan pengakuan Rita, dirinya tak tahu di dalam tas yang dibawanya terdapat sabu. Dia hanya diminta oleh rekannya yang berinisial ES untuk mengambil barang dari India. Informasi yang diterimanya tas itu berisi kain sari.
Perekrutan yang dilakukan bandar narkoba pada Rita hampir sama dengan yang dialami oleh May Jane yang saat itu juga mendapat tawaran dari Maria Cristina Sergio, untuk bekerja di luar negeri. Sergio belakangan juga diduga aktif merekrut pekerja.
Sergio ternyata tak memberikan lapangan pekerjaan pada Mary Jane. Tapi memintanya untuk pergi ke Bandara Adisutjipto, Yogyakarta dengan membawa titipan tas. Tanpa diketahui Mary Jane, tas itu ternyata berisi narkoba. Mary Jane pun diamankan petugas.
Modus yang sama juga ditemukan di kasus Rita. Rita sebelumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong selama dua tahun. Setelah masa kontraknya habis, RK lalu pergi ke Makau dan tinggal di rumah kos milik IW.
Rita kemudian berkenalan dengan ES dan RT di Makau. Keduanya lalu mengajak Rita untuk berbisnis. Syaratnya, Rita harus ke New Delhi, India, untuk mengambil titipan tas. Melalui pesan singkat, ES meminta Rita agar menginap di hotel yang telah ditentukan di sana. ES juga melarang Rita membuka isi tas hingga diterima oleh pihak lain. Rita kemudian kembali ke Malaysia dan tertangkap petugas bandara yang mendapati narkoba di tasnya.
Nasib Rita saat ini ada di tangan hakim. Jika dinyatakan bersalah, kemungkinan Rita tak akan langsung dieksekusi, karena Malaysia sedang memberlakukan moratorium hukuman mati.
Selain Rita, Kementerian Luar Negeri RI juga mencatat ada 158 Warna Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di negeri jiran. Sebanyak 108 orang di antaranya akibat terlibat kasus narkoba.
Ramches juga menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang sampai sekarang masi saja diam saat warga negaranya terancam hukuman mati di Malaysia.
"Hingga saat ini, belum ada pertemuan yang digelar sebagai respon cepat dari rejim Jokowi-JK untuk membahas nasib Rita" ujar Ramches.
Akankah nasib Rita berakhir seperti BMI yang sudah dieksekusi lainnya?
Wakil Ketua umum SBMI, Ramches, memberikan tanggapannya tentang kasus BMI tersebut dan dia mengatakan bahwa kasus Rika sama dengan Mary Jane, Buruh Migran dari Philipina.
"Ini bukan modus baru, kasus Rita mirip dengan apa yang dialami Mary Jane Veloso, buruh migran asal Filipina, yang juga menjadi korban jebakan mafia perdagangan narkoba sekaligus manusia, Rita juga dititipi tas berisi narkoba" Kata Ramches.
Saat ini Rita sedang harap cemas menunggu tuntutan yang akan dibacakan oleh jaksa pengadilan Malaysia pada Selasa, 26 Januari 2016 nanti. Perempuan ini ditangkap petugas bea cukai ketika tengah transit di Penang, Malaysia usai sebelumnya terbang dari India pada Juli 2013, bersama narkotika jenis sabu seberat empat kilogram di dalam tasnya.
Berdasarkan pengakuan Rita, dirinya tak tahu di dalam tas yang dibawanya terdapat sabu. Dia hanya diminta oleh rekannya yang berinisial ES untuk mengambil barang dari India. Informasi yang diterimanya tas itu berisi kain sari.
Perekrutan yang dilakukan bandar narkoba pada Rita hampir sama dengan yang dialami oleh May Jane yang saat itu juga mendapat tawaran dari Maria Cristina Sergio, untuk bekerja di luar negeri. Sergio belakangan juga diduga aktif merekrut pekerja.
Sergio ternyata tak memberikan lapangan pekerjaan pada Mary Jane. Tapi memintanya untuk pergi ke Bandara Adisutjipto, Yogyakarta dengan membawa titipan tas. Tanpa diketahui Mary Jane, tas itu ternyata berisi narkoba. Mary Jane pun diamankan petugas.
Modus yang sama juga ditemukan di kasus Rita. Rita sebelumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong selama dua tahun. Setelah masa kontraknya habis, RK lalu pergi ke Makau dan tinggal di rumah kos milik IW.
Rita kemudian berkenalan dengan ES dan RT di Makau. Keduanya lalu mengajak Rita untuk berbisnis. Syaratnya, Rita harus ke New Delhi, India, untuk mengambil titipan tas. Melalui pesan singkat, ES meminta Rita agar menginap di hotel yang telah ditentukan di sana. ES juga melarang Rita membuka isi tas hingga diterima oleh pihak lain. Rita kemudian kembali ke Malaysia dan tertangkap petugas bandara yang mendapati narkoba di tasnya.
Nasib Rita saat ini ada di tangan hakim. Jika dinyatakan bersalah, kemungkinan Rita tak akan langsung dieksekusi, karena Malaysia sedang memberlakukan moratorium hukuman mati.
Selain Rita, Kementerian Luar Negeri RI juga mencatat ada 158 Warna Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di negeri jiran. Sebanyak 108 orang di antaranya akibat terlibat kasus narkoba.
Ramches juga menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang sampai sekarang masi saja diam saat warga negaranya terancam hukuman mati di Malaysia.
"Hingga saat ini, belum ada pertemuan yang digelar sebagai respon cepat dari rejim Jokowi-JK untuk membahas nasib Rita" ujar Ramches.
Akankah nasib Rita berakhir seperti BMI yang sudah dieksekusi lainnya?
0 komentar:
Post a Comment