Rokilah saat membuat pengaduan ke Tim Advokasi SBMI, Foto: Ramses |
Rokilah adalah BMI yang berangkat ke Hong Kong melalui PT. Bumi Mas Katongbesari di Cipayung Jakarta Timur pada bulan Mei 2014. Dalam kontrak kerja yang ditanda tangani Rokilah seharusnya bekerja selama 2 tahun namun sebelum masa kontrak kerja selesai sang majikan melakukan PHK sepihak dengan alasan yang tidak jelas.
Amelia Manurung, pendamping dari SBMI menambahkan bahwa telah terjadi kelebihan pemotongan upah BMI untuk biaya penempatan ke Hong Kong. Tuntutan ini adalah upaya SBMI untuk membantu BMI mendapatkan kembali uang yang dipungut secara berlebih untuk biaya penempatan.
Pemotongan yang dilakukan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan agensi di Hong Kong tidak sesuai dengan Kepmenakertrans No. 98 Tahun 2012 dan pembaharuannya lewat Permen nomor 22 tahun 2014. Biaya total yang harus dibayarkan BMI untuk penempatan Hong Kong adalah sebesar 13 juta rupiah dan kemudian menghapuskan fee perusahaan pengerah dan menjadi sekitar 10 juta Rupiah " Kata Namat menimpali keterangan Amel sebagai Tim Advokasi Dewan Pengurus Nasional SBMI di Jakarta.
Selain menuntut pengembalian biaya penempatan pihak korban juga menuntut klaim Asuransi sesuai dengan Kepmenakertrans No. 01 tahun 2012 tentang resiko PHK. Sayangnya karena syarat surat keterangan PHK tidak sempat diurus oleh BMI akhirnya pihak perusahaan asuransi hanya membayar klaim sebagai korban Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah sebesar 1,2 juta Rupiah.
Proses mediasi ini sendiri dimulai sejak Rokilah melaporkan masalahnya pada tanggal 2 Maret 2016. Selanjutnya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) lewat Krisis Senternya memproses pengaduan ini dan menghadirkan pihak PPTKIS dan korban serta kuasa hukumnya lewat proses mediasi guna menyelesaikannya tuntutan BMI.
Setelah melakukan dua kali mediasi akhirnya pihak PPTKIS menyetujui untuk mengembalikan uang kelebihan pemotongan biaya penempatan sebesar DHK 4100 beserta uang Asuransi dari pihak Asuransi yang terkait.
Ketika KORANMIGRAN menanyakan kepada staf Krisis Senter BNP2TKI yang tidak mau disebutkan namanya soal ancaman PHK semena-mena majikan terhadap BMI di Hong Kong mereka tidak meresponnya. Pengiriman BMI ke Hong Kong SAR dimungkinkan karena negara ini memiliki peraturan terkait Buruh sektor Domestik atau Pekerja Rumah Tangga (PRT). Masalahnya peraturan di Hong Kong SAR membolehkan majikan untuk melakukan PHK terhadap BMI dengan alasan yang sangat longgar dan sebagai konpensasinya hanya membayar pesangon dengan bayaran satu bulan gaji. Jelas-jelas peraturan ini merugikan buruh migran yang bekerja di negara Hong Kong SARpihak BNP2TKI sendiri tidak meresponnya ritu sendiri ternyata tidak dijadikan masalah karena akses untuk menolak PHK tidak ada dalam mekanisme penyelesaiannya.
0 komentar:
Post a Comment