Rieke Diah Pitaloka, Photo: istimewa |
"Kita tak bisa lari dari cengkraman pasar bebas, tapi kita harus pula mendorong situasi yang berkeadilan. 'Fair trade, not free trade', karenanya proteksi terhadap buruh migran kita menjadi pekerjaan serius," demikian pendapat Rieke dalam pernyataannya ke media dalam pertemuan "Asian Inter-Parliementary Caucus on Labour Migration" yang diadakan oleh Migrant Forum in Asia (MFA) di Katmandu, Nepal (10/11).
Pertemuan di Katmandu dihadiri oleh beberapa anggota parlemen, perwakilan dari serikat pekerja dan aktivis buruh migran dari Nepal, Kamboja, Pakistan, Malaysia, China, Myanmar, India, Singapura, Filipina, dan dari Indonesia selain Rieke, juga hadir Nihayatul Wafiroh (Anggota DPR Fraksi PKB)
"Hanya sayang, cap yang melekat bagi buruh migran kita mayoritas bekerja di wilayah 3D (Dirty, Dangerous and Difficult)," ungkapnya.
Menurut Rieke, pertemuan antar anggota parlemen di Asia, tentu menjadi penting, apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 plus enam negara (India, Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia dan New Zaeland).
Ketika lalu lintas modal, barang dan jasa terjadi tanpa sekat yang berarti, di saat yang sama migrasi manusia pun terjadi dari satu negara ke negara lain. Indonesia, kata Rieke, bisa dipastikan tak hanya menjadi negara pengirim, namun pasti menjadi negara penerima buruh migran.
0 komentar:
Post a Comment