728x90 AdSpace

TERKINI
Wednesday, 20 May 2015

PPRI: Bukan Koalisi Merah Putih atau Koalisi Indonesia Hebat! Tapi Bangun Partai Alternatif dan Kekuasaan Rakyat!

Sikap Politik PPRI berkaitan peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 2015
Nuraini terus berlawan, Aksi PPRI pada May Day 2015 - photo: Ramches Merdeka
KORANMIGRAN - Bukan karena mengambil momen aksi mahasiswa yang digadang-gadang akan berlangsung secara besar-besaran, Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) akan melakukan aksi pada tanggal 20 Mei 2015. Aksi ini juga akan dilakukan bersama Aljabar (Aliansi Jawa Barat) yang akan melakukan konvoi dengan 10 ribu motor di Jakarta.
Tuntutan Aliansi Jawa Barat adalah mencabut Perdanaker No.6 Tahun 2014 (dibatalkan) oleh Kemendagri RI. Hal ini berkaitan dengan banyak kasus-kasus kasasi perburuhan yang belum jelas keputusannya dan diproses sangat lamban oleh Mahkamah Agung;
Juga berkaitan dengan Permohonan Uji Materil Aliansi Jawa Barat Nomor 7/PUU-XII/2014 yang belum mendapatkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi.
PPRI sendiri sebagai pusat perlawanan melihat bahwa moment tanggal 20 Mei sebagai hari Kebangkitan nasional mengingatkan bahwa negeri ini masih belum bangkit dan terus terpuruk selama 70 tahun
PPRI menyerukan tuntutannya berkaitan dengan pemberantasan korupsi, nasionalisasi industri asing, penghapusan utang luar negeri, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing, tuntuntan kenaikkan upah 50%, subsidi sosial untuk rakyat, stop penggusuran, penghentian kriminalisasi terhadap KPK, stop moratorium Buruh Migran serta tuntutan agar tanah, modal, teknologi modern dan pupuk murah untuk pertanian kolektif.

Selengkapnya silahkan baca sikap politik PPRI dalam aksi peringatan 20 mei 2015 di Jakarta.
_________________________________________

Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia - PPRI

Bukan Koalisi Merah Putih atau Koalisi Indonesia Hebat!
Tapi Bangun Partai Alternatif dan Kekuasaan Rakyat!

20 Mei 1908 adalah momentum lahirnya Budi Utomo yang selanjutnya bermetamorfosis menjadi organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan. Kemerdekaan dari kolonialisme Belanda.

Namun, setelah 107 tahun momentum hari kebangkitan nasional tersebut dan setelah (hampir) 70 tahun setelah deklarasi kemerdekaan Republik Indonesia. Apakah bangsa Indonesia sudah merdeka? Apakah sebagai sebuah bangsa, Indonesia, sudah bangkit? 

Mari kita lihat fakta-fakta hari ini: 7, 3 Juta penduduk Indonesia tak punya pekerjaan (2014). 28, 28 Juta masyarakat Indonesia berada dibawah garis kemiskinan (2014). Dan jutaan masyarakat yang berada sedikit diatas garis indeks kemiskinan sangat mudah jatuh dibawah garis kemiskinan apabila harga-harga kebutuhan pokok naik. Ketimpangan yang ditunjukkan dengan indeks koefisien Gini menunjukkan pada angka 0, 42 (2014). 

Kekerasan petani terjadi dimana-mana, Rembang, Ramunia (Deli Serdang), Luwu Timur. Pemenjaraan aktifis demokratik di Papua dan pembunuhan marak terjadi. Pemukulan, penyiksaan  dan intimidasi terhadap buruh-buruh di Bekasi dan beberapa kawasan lainnya yang menuntut kesejahteraan oleh Preman dan aparatus kekerasan Negara. Vonis 1 tahun penjara terhadap Bahtiar Sabang warga masyarakat adat di Sinjai karena menebang pohon yang ia tanam di tanah adatnya sendiri. Kriminalisasi terhadap KPK.

Belum lagi kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang lama seperti: tragedi 1965, Tanjung Priok, Timor Timur, Talang Sari, Kasus Dua Tujuh Juli 1996, Kerusuhan Rasial Mei 1998,  Trisakti, Semanggi, dan lainnya. Belum tuntas. Dalang dan pelakunya masih berkeliaran.

Jadi apakah bangsa Indonesia sudah merdeka? Apakah bangsa Indonesia sudah Bangkit?
Kami ingat apa yang disampaikan oleh Ir. Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri.”
Bagi kami Indonesia belum MERDEKA  dan Bangsa Indonesia belum BANGKIT. Dan benar apa yang disampaikan oleh Soekarno,perjuangan hari ini adalah perjuangan melawan “bangsa sendiri”. Melawan  elit-elit dan organisasi/partai bangkan persengkokolan diantara mereka dalam bentuk koalisi yang menjadi kaki tangan Imperialisme, kaki tangan korporasi internasional untuk menjalankan scenario pencaplokan sumber daya alam, sumber daya manusia dan menempatkan ratusan juta manusia Indonesia sebagai konsumen bagi pasar komoditas mereka. 

Bagi kami, Imperialisme hari ini, bisa terus berjalan dan langgeng karena elit politik nasional dan apparatus pendungkungnya memberikan “karpet merah” melalui UU PMA 1967 dan kemudian UU Investasi.  Merampas tenaga kerja manusia melalui UU Ketenagakerjaan. Merampas kekayaan energi melalui UU Migas dan sebagainya. Merampas hajat hidup orang banyak melalui UU dan Peratuan Pemerintah dan daerah yang melegitimasi: Neoliberalisme.
Dan di sisi lain, memberangus dan menghambat kebebasan berpendapat dan ekspresi rakyat untuk menahan gejolak sosial imbas dari UUpro neoliberalisme tersebut dengan regulasi anti demokrasi: UU Ormas, UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Penangan Konflik Sosial, dan RUU Keamanan Nasional.

Kemerdekaan dan Kebangkitan bangsa Indonesia masih semu. Ia, harus berdiri tegas melawan penyebab penjajahan dan ketertundukan kita sebagai bangsa. Dan penyebab itu adalah Imperialisme, Kapitalisme dan Militerisme. Namun, sistem ekonomi-politik ini yang diwariskan sejak jaman Orde Baru dan bertahan hingga sekarang karena ada aktor-aktornya, yakni: kaum reformis gadungan dan sisa orde baru serta militeris.

Jokowi, PDIP dan KIH adalah representasi dari reformis gadungan  yang pro Neolib. Prabowo bersama KMP adalah representasi dari bangkitnya kekuatan sisa-sisa Orde baru yang hendak berkuasa. Prabowo dan KMP dengan jargon-jargonnya anti asing sebenarnya pro Neolib. Bisa dilihat dari rekam jejak per Individu dari tokoh-tokohnya maupun posisi Partai mereka yang tak bergeming terhadap pencabutan kenaikan harga BBM, Listrik, pencabutan subsidi pendidikan, bahkan kekerasan terhadap petani, buruh dan mahasiswa.

Oleh karena itu, jika ingin Bangsa Indonesia sepenuhnya Merdeka. Merdeka dari Imperialisme dan kaki tangannya. Dan, bangkit sebagai bangsa yang bermartabat, maka: Bukan bersandar pada Jokowi, Prabowo, Jusuf Kalla atau elit lainnya. Atau, bukan pada Koalisi Hebat dan Koalisi Merah Putih. Tetapi bersandarlah pada Persatuan Rakyat. Rakyat lah yang harus merebut kekuasaan politiknya. Rakyat harus membangun alat politiknya sebagai alat politik (Partai) Alternatif.

Kami juga menyerukan tuntutan perjuangan kaum buruh dan rakyat:
1.      Tangkap, adili, penjarakan dan sita harta koruptor!
2.      Nasionalisasi Industri Asing
3.      Hapuskan Utang Luar Negeri
4.      Hapuskan Sistem kerja Kontrak dan Outsourcing
5.      Naikkan Upah 50%
6.      Subsidi Sosial untuk rakyat!
7.      Stop Penggusuran
8.      Hentikan Kriminalisasi terhadap KPK
9.      Stop Moratorium Buruh Migran
10.  Tanah, Modal, teknologi modern dan pupuk murah untuk pertanian kolektif!
 
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.
Medan Juang, 20 Mei 2015
Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia
(SPRI, GSPB, SBMI, Solidaritas.net,  LBH Jakarta, Pembebasan, PPR)
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: PPRI: Bukan Koalisi Merah Putih atau Koalisi Indonesia Hebat! Tapi Bangun Partai Alternatif dan Kekuasaan Rakyat! Rating: 5 Reviewed By: Unknown