KORANMIGRAN - Membolak-balik puisi Wiji Thukul banyak ditemukan puisi yang bertema pemilu. Bahkan
jika puisi tersebut dibaca dalam konteks historis waktu dan tempat puisi
tersebut ditulis, akan menambah kelengkapan historiografi pemilu di Indonesia. Berikut kami sajikan sedikit penggalan-penggalan tersebut:
Satu dan dua ataupun tiga,
Semua sama sama bohongnya,
Milih boleh, tidak memilih boleh,
Jangan memaksa, itu hak gue
(Satu, dua dan tiga, Wiji Thukul, 1992)
Ya, ya bagong namanya, pemilu kemarin besar jasanya,
Bagong ya bagong, tapi bagong sudah mati,
Pada suatu pagi, mayatnya ditemukan orang di tepi rel kereta api.... (Sajak Bagong)
Di tanah ini terkubur orang-orang yang sepanjang hidupnya memburuh,
Terhisap dan menanggung hutang
Disini, gali-gali, tukang becak, orang-orang kampung,
Yang berjasa dalam setiap Pemilu
Terbaring
Dan keadilan masih saja hanya janji (Kuburan Purwoloyo)
Semua sama sama bohongnya,
Milih boleh, tidak memilih boleh,
Jangan memaksa, itu hak gue
(Satu, dua dan tiga, Wiji Thukul, 1992)
Ya, ya bagong namanya, pemilu kemarin besar jasanya,
Bagong ya bagong, tapi bagong sudah mati,
Pada suatu pagi, mayatnya ditemukan orang di tepi rel kereta api.... (Sajak Bagong)
Di tanah ini terkubur orang-orang yang sepanjang hidupnya memburuh,
Terhisap dan menanggung hutang
Disini, gali-gali, tukang becak, orang-orang kampung,
Yang berjasa dalam setiap Pemilu
Terbaring
Dan keadilan masih saja hanya janji (Kuburan Purwoloyo)
Ditunggu komentarnya...
ReplyDelete