Menteri Hanif itu masih juga menyimpulkan hal yang sama dengan Menteri sebelumnya, bahwa vonis hukuman yang berat dan setimpal terhadap pelaku kekerasan, seperti majikan Erwiana, harus dilakukan. Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi setiap pengguna BMI di luar negeri untuk tidak melakukan kekerasan terulang kembali. Ia ingin agar keadilan ditegakkan pada kasus yang dialami Erwiana dan kasus sejenis itu. Ia pun akan terus berkomunikasi dan bekerja sama dengan Konsuler Jenderal Republik Indonesia serta pemerintah Hong Kong dalam menangani kasus ini. Fakta di lapangan ribuan buruh migran diluar negeri jadi korban kekerasan tanpa bisa dicegah karena tidak adanya jaminan kepastian akan perlindungan.
"Kami ingin pastikan setiap pelaku kekerasan terhadap TKI akan mendapat hukuman yang berat," kata Hanif (terlihat agak ragu-ragu mimik mukanya).
Nuraini saat masih sehat |
Anggota legislatif itu juga bernada sama dan berjanji akan lebih melindungi BMI di Luar Negeri. Salah satu caranya yang dia bisa lakukan juga sama, merevisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
"Kami akan perbanyak pasal tentang perlindungan untuk TKI," katanya.
Okky sepertinya sudah tahu bahwa selama ini pasal yang terdapat pada Undang-Undang Buruh Migran itu lebih banyak mengatur bisnis pengirimannya saja. Dengan datar ia hanya menambahkan akan meminta Komisi I DPR mengikutsertakan Kementerian Luar Negeri untuk memantau dan melindungi buruh migran di luar negeri.
Menurut Okky, setelah masuk program legislasi nasional, undang-undang itu bisa selesai minimal dua kali sidang lagi. "Itu kira-kira enam bulan lagi," katanya.
Tentu saja teriakan penolakan buruh migran terhadternyata masih belum didengar oleh pemerintah dan legislator senayan. Ramses dari Dewan Pengurus Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPN SBMI) mengatakan bahwa revisi tidak akan otomatis merubah undang-undang menjamin perlindungan walau ada penambahan pasal tentang perlindungan. Undang-Undang 39 tahun 2014 jelas-jelas sebagai produk politik pragmatis rejim antek-antek kapitalis yang berorientasi bisnis. Undang-Undang ini hanya cara frustasi pemerintahan untuk mengalihkan tanggung jawabnya menyediakan lapangan kerja baru agar rakyatnya tidak terpaksa bekerja di luar negeri yang tanpa jaminan perlindungan itu.
"Negara tidak ada kalau penempatan dan perlindungan Buruh Migran masih diserahkan pada pihak swasta (PPTKIS) dan perusahaan asuransi swasta?", jelas Ramses lagi menegaskan penolakan buruh migran terhadap Undang-Undang ini.
0 komentar:
Post a Comment