KORANMIGRAN
- Sekitar 700.000 pekerja migran Indonesia pergi ke luar negeri
setiap tahunnya untuk memperoleh peluang pendapatan yang lebih baik di
Timur Tengah, Asia Tenggara dan Asia Timur. Dari para pekerja migran
ini, 80 persen merupakan perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah
tangga di luar negeri. Data BNP2TKI pada 2008 memperlihatkan sekitar 4,3
juta pekerja migran Indonesia saat ini bekerja di luar negeri.
Menurut ILO
sekitar 700.000 pekerja migran Indonesia pergi ke luar negeri setiap
tahunnya untuk memperoleh peluang pendapatan yang lebih baik di Timur
Tengah, Asia Tenggara dan Asia Timur. Dari para pekerja migran ini, 80
persen merupakan perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di
luar negeri. Data BNP2TKI pada 2008 memperlihatkan sekitar 4,3 juta
pekerja migran Indonesia saat ini bekerja di luar negeri.
Tidak
ada data resmi mengenai jumlah pekerja migran Indonesia yang bermigrasi
melalui jalur tidak resmi, namun sejumlah studi memperkirakan jumlah
mereka melampaui jumlah pekerja migran yang berangkat melalui jalur
resmi. Kendati pekerja migran Indonesia merupakan penyumbang kedua
terbesar dari pendapatan devisa Indonesia yang mencapai USD 8,24 milyar
dolar Amerika Serikat, seperti disebutkan BNP2TKI pada 2008, banyak dari
“pahlawan devisa” ini mengalami eksploitasi dan penganiyaan selama
proses migrasi, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Para
pekerja rumah tangga migran khususnya paling rentan terhadap
eksploitasi akibat kurang efektifnya perangkat perlindungan dalam
rekrutmen dan kondisi kerja, dengan banyaknya kasus-kasus penganiayaan
fisik dan kekerasan seksual yang diberitakan oleh media nasional dan
asing.
Hari
Migran Internasional 2010 menandai upaya kerjasama yang dilakukan para
pemangku kepentingan nasional dan ILO dalam mempromosikan hak asasi
manusia dan perlindungan pekerja migran. Perayaan tahun ini juga
menandai 20 tahun Adopsi Konvensi Internasional mengenai Perlindungan
Hak-hak Pekerja Migran dan Keluarga Mereka. Konvensi ini memaparkan
standar-standar internasional utama mengenai perlindungan pekerja migran
dan keluarga mereka.
Indonesia,
salah satu negara pengirim pekerja migran terbesar, telah menjadwalkan
ratifikasi Konvensi ini dalam Rencana Aksi Hak Asasi Manusia dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Indonesia 2010-2015. Ratifikasi Konvensi
ini juga memperkuat komitmen Indonesia untuk melindungi pekerja migran
dan keluarga mereka dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dengan
negara-negara tujuan.
Untuk
memperingati Hari Dunia tersebut dan pengadopsian Konvensi, Organisasi
Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) bekerja
sama dengan koalisi yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia, Migrant Care, Jala PRT, dan
sejumlah aliansi lainnya menggelar dua acara advokasi publik pada
tanggal 17-18 Desember 2010.
Peringatan
pada 17 Desember 2010 diselenggarakan Serikat Buruh Migran Indonesia
(SBMI), bertempat di Perpustakaan Nasional, Jakarta, dari pukul 18.30 –
21.00 WIB. Acara ini akan dibuka Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Muhaimin Iskandar, Ketua Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning, dan
Direktur ILO di Indonesia, Peter van Rooij.
Bersama
dengan perwakilan organisasi berbasis kepercayaan, organisasi media dan
para pemangku kepentingan lainnya, mereka akan merancang rekomendasi
dan rencana yang lebih efektif untuk memperkuat perlindungan pekerja
migran Indonesia baik di Indonesia maupun di luar negeri. Perwakilan
pemangku kepentingan utama akan menandatangani kesepakatan bersama
mengenai masalah perlindungan ini, Acara ini pun akan dimeriahkan
sejumlah kegiatan seni seperti pertunjukan teater, pembacaan puisi dan
pagelaran musik oleh para pekerja migran.
Pada
18 Desember 2010, Migrant Care, sebuah lembaga yang menangani
permasalahan pekerja migran, akan merayakan Hari Migran Internasional
2010 di Gedung Joang 1945, Menteng, Jakarta, pada 18.30 – 21.00 WIB,
yang menampilkan testimoni mantan pekerja migran Indonesia dari Saudi
Arabia, Singapura dan Malaysia. Mereka akan berbagi pengalaman dan
menyusun rekomendasi untuk mereformasi sistem penempatan pekerja migran
Indonesia di luar negeri.
Menyusul
sesi ini, perwakilan dari Kementrian Tenaga Kerja, Komisi IX DPR RI dan
Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) akan membahas lebih lanjut
masalah-masalah yang dihadapi pekerja migran di luar negeri dan
upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan parlemen untuk menyikapi
masalah ini. Diskusi akan dilanjutkan dengan monolog oleh Butet
Kertaredjasa “Pahlawan yang Teraniaya”. Perayaan ini diakhiri dengan
pagelaran musik oleh pemusik reggae, Tony Q. Rastafara.
Lotte
Kejser, Kepala Penasihat Teknis Proyek Pekerja Migran ILO, menegaskan
bahwa migrasi kerja menawarkan prospek pekerjaan yang produktif bagi
banyak orang Indonesia yang tidak dapat menemukan pekerjaan di dalam
negeri. Para pekerja migran berperan besar bagi perekonomian dan
masyarakat Indonesia dan berperan penting dalam masalah ketenagakerjaan.
“Masih
banyak yang harus dikerjakan untuk memaksimalkan potensi ekonomi dan
sosial dari kontribusi para pekerja migran ini, seraya di saat yang sama
menyikapi pentingnya peraturan ketenagakerjaan yang efektif dan
perlindungan hak asasi manusia di Indonesia dan di luar negeri. Masalah
hak kerja dan hak asasi manusia dalam sistem penempatan pekerja
Indonesia di luar negeri perlu ditanggulangi oleh semua pihak, dipimpin
oleh pemerintah, untuk menghentikan eksploitasi dan penganiayaan
berskala besar kepada pekerja migran Indonesia, khususnya para pekerja
rumah tangga migran,” ujar Lotte, menekankan pentingnya memperkuat
perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment