KORANMIGRAN - Sekitar bulan Agustus 2003 Nuraini direkut oleh calo yang bernama Rahman yang menawarkannya pekerjaan sebagai PRT di Timur Tengah tepatnya di Kuwait.
Pertengahan Oktober 2003 Nuraini berangkat meninggalkan Sumbawa bersama teman-teman perempuannya dengan bus malam menuju Jakarta. Mereka direkrut oleh Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang bernama PT. Alfindo Mas Buana.
Nuraini bahkan harus mengeluarkan uang untuk biaya keberangkatan sebesar Rp.2.000.000 untuk mendapatkan gaji yang dijanjikan sebesar 35 Dinar atau kurang lebih sekitar Rp.900.000 perbulan dengan kontrak kerja selama 2 tahun.
Saat bekerja di majikan yang pertama, Nuraini diketahui hanya bekerja selama kurang lebih 1 tahun dan sempat mengirim gaji sebesar 1 bulan gaji ( sekitar 1 Juta rupiah ) dan ketika itu masih bisa komunikasi lewat telepon dengan keluarganya di Sumbawa. Selanjutnya Nuraini oleh Majikan pertama dipindahkan kepada Majikan ke lain tanpa perjanjian kerja.
Di majikan kedua Nuraini bekerja hanya 1 Bulan dan tidak di gaji lalu dipindahkan lagi bekerja ke majikan ke tiga yang juga masih saudara kandung majikan kedua.
Awalnya saat bekerja di Majikan ketiga Nuraini mendapat perlakuan yang baik, tetapi ketika Nuraini meminta gaji pertamanya, dia malah dimarahi tanpa alasan yang jelas dan selanjutnya setiap bulan Nuraini hanya dipaksa menanda tangani slip gaji tanpa ada uangnya Bahkan kemudian Nuraini mendapatkan siksaan dari majikan perempuannya yang bernama Fatmah.
Saat Nuraini meminta gaji dan minta dipulangkan saja ke Indonesia, majikan perempuannya itu marah besar dan menampar Nuraini hingga 2 gigi depannya berdarah dan goyang bahkan secara sadis menyeret dan mengurungnya ke ruang bawah yang merupakan gudang barang bekas. Diruangan inilah Nuraini diikat kedua kakinya menjadi satu dengan badannya. Nuraini terus mendapat penyiksaan, ditusuk, dan dicambuk.
Diruang penyekapan itu, Nuraini hanya diberikan makan seadanya berupa mie instan dan air dalam botol kecil yang dilemparkan oleh majikannya perempuan.
Penyekapan itu berlangsung hingga kurang lebih 8 (delapan bulan) lamanya sampai akhirnya dia dibawa oleh dua orang laki-laki yang satu berpakaian dinas Polisi dan yang satu berpakaian preman (Disdasa).
Dua laki-laki yang hingga kini tidak diketahui identitasnya itu mengangkat Nuraini dengan mobil ambulan dalam kondisi luka parah di sekujur tubuh dan kaki yang tidak bisa lagi digerakkan. Anehnya bahkan pihak RS Farwaniyah juga tidak memiliki data laki-laki yang membawa Nuraini ke rumah sakit itu.
DI RS Farwaniyah Nuraini di rawat selama kurang lebih 4 bulan tanpa ada seorangpun yang membesuk, hingga kemudian di jemput oleh petugas KBRI dan di pulangkan ke Indonesia didampingi seorang staf perempuan KBRI yang juga tidak diketahui namanya oleh Nuraini sampai bandara Soekarno Hatta .
Setiba di Bandara Soekarno-Hatta Nuraini sempat minta diganti pampers dan bajunya di klinik BNP2TKI yang ada di Bandara. Dari keterangan BNP2TKI, diakui mereka telah menawarkan Nuraini untuk dirawat di RS POLRI. Tawaran ini tentu saja ditolak Nuraini karena disamping dia merasa sangat takut, dia juga sangat rindu ingin segera bertemu orang tuanya.
Nuraini menolak dirawat dan oleh petugas Nuraini diminta menanda tangani surat pernyataan. menolak layanan untuk perawatan di rumah sakit. Nuraini memilih untuk pulang dan saat menunggu pemulangan itu Nuraini bertemu dengan BMI lain asal Sumbawa yang pulang bernama Suriya dan Sumarni.
Anehnya petugas BNP2TKI malah menitipkan Nuraini kepada Suriya dan Sumarni untuk diantarkan pulang ke rumahnya di Sumbawa dengan menggunakan bus.
Suraya dan Sumarni kemudian diminta oleh petugas menandatangani surat pernyataan bertanggung jawab selama dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya dengan kendaraan Bus Safari Dharma Raya.
Saat pulang ke Sumbawa, diketahui Suriya sempat menghubungi keluarganya untuk mencari alamat Nuraini di desa Pungkit dan mengabarkan kepulangan Nuraini.
Hari Sabtu tanggal 1 Februari 2014 Nuraini tiba di pelabuhan Poto Tano Sumbawa dan di jemput oleh keluarganya untuk lanjut pulang ke kampungnya. Mereka berpisah di pelabuhan Poto Tano dan Sumarni melanjutkan pulang ke desa Siteluk Sumbawa Barat.
Pada hari Selasa 4 Februari 2014 atas laporan Annisa, salah anggota SBMI desa Pungkit kemudian SBMI Sumbawa mendatangi rumah Nuraini dan menyarankan agar Nuraini segera di bawa ke Rumah Sakit karena kondisinya yang sangat mengenaskan.
Saat itu terlihat luka ada di sekujur tubuhnya bahkan sudah membusuk di bagian punggung belakang yang berlubang, kedua kakinya lumpuh dan tidak bisa diluruskan. Secara psikis, Nurani mengalami tekanan jiwa yang depresi berat. Pada hari itu juga Nuraini dibawa ke RSUD Sumbawa untuk mendapatkan perawatan secara cepat.
Pada tanggal 6 Februari SBMI mendampingi pihak keluarga untuk melaporkan kasus kepulangan Nuraini ke Disnakertrans Sumbawa. Laporan direspon dengan janji pihak Disnakertrans Sumbawa berjanji akan berupaya untuk mengurus biaya pengobatan dan gaji Nuraini selama bekerja.
Hari Senin, Tanggal 10 Februari 2014 Keluarga Nuraini mendapat hasil keterangan kesehatan Nuraini dari RSUD Sumbawa yang menjelaskan bahwa Nuraini harus segera di rujuk ke RSUD Mataram karena RSUD tidak memiliki peralatan lengkap untuk penanganan kondisi Nuraini. Keluarga Nuraini panik karena tidak memiliki biaya untuk membawa Nuraini ke RSUD Mataram.
Jumat, tanggal 7 Februari 2014 SBMI bersama keluarga dan organisasi lain di Sumbawa yang bersolidaritas mendatangi Asisten I Pemerintahan Daerah Sumbawa untuk meminta kejelasan peran dan tanggung jawab Pemda terhadap perlindungan BMI dan biaya pengobatan Nuraini tapi belum mendapat respon.
Senin, 10 Februari 2014 SBMI bersama keluarga kembali lagi bertemu Asisten I dan Sekda Sumbawa untuk meminta biaya pengobatan Nuraini yang harus segera dirujuk ke RSUD Mataram. Lagi-lagi keluarga Nuraini kecewa karena mendapat jawaban bahwa Pemda tidak memiliki anggaran taktis untuk biaya pengobatan Nuraini dan hanya mendapat sumbangan uang simpati saja. .
Tanggal 12 Februari 2014, Staf BNP2TKI bagian pemulangan, Budiman Pasaribu mendatangi Nuraini di RSUD Sumbawa dan hanya memberikan Sumbangan sebesar Rp.2.500.000 sebagai bentuk simpati. Staff BNP2TKI itu bahkan menyampaikan permintaan maaf tidak mengantarkan Nuraini hingga ke Kampung halamannya. Staf BNP2TKI itu malah memberikan keterangan bahwa Nuraini sudah beberapa kali berpindah majikan dan menyatakan status Nuraini Ilegal sehingga semua hak termasuk asuransi tidak ada dan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini sudah tidak ada lagi karena itu sudah sesuai dengan protap dan mekanisme perlindungan.
Apalagi Nuraini setelah tiba di bandara Soekarno Hatta Jakarta juga telah menandatangani pernyataan dengan pihak petugas BNP2TKI di terminal pemulangan bahwa Nuraini siap untuk tidak di rawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati maka dari itu apa pun yang menyangkut dengan pengobatan selanjutnya menjadi tanggung jawab keluarga, tidak lagi menjadi tanggung Pemerintah karena sudah lebih dari masa kontrak kerja.
Tanggal 10 Desember 2014, Nuraini bersama kedua orangtuanya berangkat ke Jakarta untuk menuntut keadilan bagi Nuraini. Karena tidak memili biayya dan berharap mendapat keadilan berupa hak-hak Nuraini selama bekerja di Kuwait, keluarga menggadaikan sepetak sawah milik keluarga.
Selama berjuang di Jakarta, Nuraini dan kedua orangtuanya tinggal di Shelter Sekretariat Nasional SBMI di Jl Rawa Jaya RT.03 / RW.04 Kel.Pondok Kopi Kec.Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Tanggal 17 Desember 2014 bertepatan peringatan Migran Day, Nuraini dan keluarganya bersama Dewan Pengurus Nasional SBMI dan KSBSI sempat menemui Kepala BNP2TKI Nusron Wahid yang berjanji untuk memberikan pengobatan lanjutan kepada Nuraini.
Tanggal 17 Desember 2014 Nuraini dan kedua orangtuanya mengadukan kasusnya dan bertemu dengan Direktur Perlindungan WNI dan BHI DEPLU di dampingi SBMI dan KSBSI. Pada pertemuan ini pihak Kemenlu lewat KBRI Kuwait menyalahkan Nuraini yang kabur dari rumah Majikan. Nuraini membamtah tudingan ini dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah diberi kebebasan untuk keluar rumah, bahkan untuk membuang sampah saja Nuraini di awasi oleh majikan. Bagaimana dia kok bisa diaminkan oleh KBRI Kuwait melarikan diri?
Di akhir tahun 2014, respon yang sama juga didapat oleh Nuraini ketika mengadukan permasalahannya bahkan berdemo ke Kemenaker. Menteri Tenaga Kerja RI, Hanif Dhakiri hingga saat ini belum merespon surat pengaduan yang dilayangkan Nuraini.
Nuraini masih terus menuntut, pada tanggal 8 Maret 2015 Nuraini ikut dalam aksi perayaan Perempuan Rakyat Menuntut Kesetaraan dan Kesejahteraan. Bahkan Nuraini menyempatkan dirinya untuk mewakili BMI menyerahkan mandat kepada Tim 9 KPK.
"Tidak ada kamus kata mundur dalam perjuanganku selama haknya dan keadilan belum aku dapatkan. Aku akan terus menuntut, Ayo BMI teruslah berlawan!", pesan Nuraini menutup catatan kronologis masalahnya dan perjuangannya.
Pertengahan Oktober 2003 Nuraini berangkat meninggalkan Sumbawa bersama teman-teman perempuannya dengan bus malam menuju Jakarta. Mereka direkrut oleh Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang bernama PT. Alfindo Mas Buana.
Nuraini bahkan harus mengeluarkan uang untuk biaya keberangkatan sebesar Rp.2.000.000 untuk mendapatkan gaji yang dijanjikan sebesar 35 Dinar atau kurang lebih sekitar Rp.900.000 perbulan dengan kontrak kerja selama 2 tahun.
Saat bekerja di majikan yang pertama, Nuraini diketahui hanya bekerja selama kurang lebih 1 tahun dan sempat mengirim gaji sebesar 1 bulan gaji ( sekitar 1 Juta rupiah ) dan ketika itu masih bisa komunikasi lewat telepon dengan keluarganya di Sumbawa. Selanjutnya Nuraini oleh Majikan pertama dipindahkan kepada Majikan ke lain tanpa perjanjian kerja.
Di majikan kedua Nuraini bekerja hanya 1 Bulan dan tidak di gaji lalu dipindahkan lagi bekerja ke majikan ke tiga yang juga masih saudara kandung majikan kedua.
Awalnya saat bekerja di Majikan ketiga Nuraini mendapat perlakuan yang baik, tetapi ketika Nuraini meminta gaji pertamanya, dia malah dimarahi tanpa alasan yang jelas dan selanjutnya setiap bulan Nuraini hanya dipaksa menanda tangani slip gaji tanpa ada uangnya Bahkan kemudian Nuraini mendapatkan siksaan dari majikan perempuannya yang bernama Fatmah.
Saat Nuraini meminta gaji dan minta dipulangkan saja ke Indonesia, majikan perempuannya itu marah besar dan menampar Nuraini hingga 2 gigi depannya berdarah dan goyang bahkan secara sadis menyeret dan mengurungnya ke ruang bawah yang merupakan gudang barang bekas. Diruangan inilah Nuraini diikat kedua kakinya menjadi satu dengan badannya. Nuraini terus mendapat penyiksaan, ditusuk, dan dicambuk.
Diruang penyekapan itu, Nuraini hanya diberikan makan seadanya berupa mie instan dan air dalam botol kecil yang dilemparkan oleh majikannya perempuan.
Penyekapan itu berlangsung hingga kurang lebih 8 (delapan bulan) lamanya sampai akhirnya dia dibawa oleh dua orang laki-laki yang satu berpakaian dinas Polisi dan yang satu berpakaian preman (Disdasa).
Dua laki-laki yang hingga kini tidak diketahui identitasnya itu mengangkat Nuraini dengan mobil ambulan dalam kondisi luka parah di sekujur tubuh dan kaki yang tidak bisa lagi digerakkan. Anehnya bahkan pihak RS Farwaniyah juga tidak memiliki data laki-laki yang membawa Nuraini ke rumah sakit itu.
DI RS Farwaniyah Nuraini di rawat selama kurang lebih 4 bulan tanpa ada seorangpun yang membesuk, hingga kemudian di jemput oleh petugas KBRI dan di pulangkan ke Indonesia didampingi seorang staf perempuan KBRI yang juga tidak diketahui namanya oleh Nuraini sampai bandara Soekarno Hatta .
Setiba di Bandara Soekarno-Hatta Nuraini sempat minta diganti pampers dan bajunya di klinik BNP2TKI yang ada di Bandara. Dari keterangan BNP2TKI, diakui mereka telah menawarkan Nuraini untuk dirawat di RS POLRI. Tawaran ini tentu saja ditolak Nuraini karena disamping dia merasa sangat takut, dia juga sangat rindu ingin segera bertemu orang tuanya.
Nuraini menolak dirawat dan oleh petugas Nuraini diminta menanda tangani surat pernyataan. menolak layanan untuk perawatan di rumah sakit. Nuraini memilih untuk pulang dan saat menunggu pemulangan itu Nuraini bertemu dengan BMI lain asal Sumbawa yang pulang bernama Suriya dan Sumarni.
Anehnya petugas BNP2TKI malah menitipkan Nuraini kepada Suriya dan Sumarni untuk diantarkan pulang ke rumahnya di Sumbawa dengan menggunakan bus.
Suraya dan Sumarni kemudian diminta oleh petugas menandatangani surat pernyataan bertanggung jawab selama dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya dengan kendaraan Bus Safari Dharma Raya.
Saat pulang ke Sumbawa, diketahui Suriya sempat menghubungi keluarganya untuk mencari alamat Nuraini di desa Pungkit dan mengabarkan kepulangan Nuraini.
Hari Sabtu tanggal 1 Februari 2014 Nuraini tiba di pelabuhan Poto Tano Sumbawa dan di jemput oleh keluarganya untuk lanjut pulang ke kampungnya. Mereka berpisah di pelabuhan Poto Tano dan Sumarni melanjutkan pulang ke desa Siteluk Sumbawa Barat.
Pada hari Selasa 4 Februari 2014 atas laporan Annisa, salah anggota SBMI desa Pungkit kemudian SBMI Sumbawa mendatangi rumah Nuraini dan menyarankan agar Nuraini segera di bawa ke Rumah Sakit karena kondisinya yang sangat mengenaskan.
Saat itu terlihat luka ada di sekujur tubuhnya bahkan sudah membusuk di bagian punggung belakang yang berlubang, kedua kakinya lumpuh dan tidak bisa diluruskan. Secara psikis, Nurani mengalami tekanan jiwa yang depresi berat. Pada hari itu juga Nuraini dibawa ke RSUD Sumbawa untuk mendapatkan perawatan secara cepat.
Pada tanggal 6 Februari SBMI mendampingi pihak keluarga untuk melaporkan kasus kepulangan Nuraini ke Disnakertrans Sumbawa. Laporan direspon dengan janji pihak Disnakertrans Sumbawa berjanji akan berupaya untuk mengurus biaya pengobatan dan gaji Nuraini selama bekerja.
Hari Senin, Tanggal 10 Februari 2014 Keluarga Nuraini mendapat hasil keterangan kesehatan Nuraini dari RSUD Sumbawa yang menjelaskan bahwa Nuraini harus segera di rujuk ke RSUD Mataram karena RSUD tidak memiliki peralatan lengkap untuk penanganan kondisi Nuraini. Keluarga Nuraini panik karena tidak memiliki biaya untuk membawa Nuraini ke RSUD Mataram.
Jumat, tanggal 7 Februari 2014 SBMI bersama keluarga dan organisasi lain di Sumbawa yang bersolidaritas mendatangi Asisten I Pemerintahan Daerah Sumbawa untuk meminta kejelasan peran dan tanggung jawab Pemda terhadap perlindungan BMI dan biaya pengobatan Nuraini tapi belum mendapat respon.
Senin, 10 Februari 2014 SBMI bersama keluarga kembali lagi bertemu Asisten I dan Sekda Sumbawa untuk meminta biaya pengobatan Nuraini yang harus segera dirujuk ke RSUD Mataram. Lagi-lagi keluarga Nuraini kecewa karena mendapat jawaban bahwa Pemda tidak memiliki anggaran taktis untuk biaya pengobatan Nuraini dan hanya mendapat sumbangan uang simpati saja. .
Tanggal 12 Februari 2014, Staf BNP2TKI bagian pemulangan, Budiman Pasaribu mendatangi Nuraini di RSUD Sumbawa dan hanya memberikan Sumbangan sebesar Rp.2.500.000 sebagai bentuk simpati. Staff BNP2TKI itu bahkan menyampaikan permintaan maaf tidak mengantarkan Nuraini hingga ke Kampung halamannya. Staf BNP2TKI itu malah memberikan keterangan bahwa Nuraini sudah beberapa kali berpindah majikan dan menyatakan status Nuraini Ilegal sehingga semua hak termasuk asuransi tidak ada dan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini sudah tidak ada lagi karena itu sudah sesuai dengan protap dan mekanisme perlindungan.
Apalagi Nuraini setelah tiba di bandara Soekarno Hatta Jakarta juga telah menandatangani pernyataan dengan pihak petugas BNP2TKI di terminal pemulangan bahwa Nuraini siap untuk tidak di rawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati maka dari itu apa pun yang menyangkut dengan pengobatan selanjutnya menjadi tanggung jawab keluarga, tidak lagi menjadi tanggung Pemerintah karena sudah lebih dari masa kontrak kerja.
Tanggal 10 Desember 2014, Nuraini bersama kedua orangtuanya berangkat ke Jakarta untuk menuntut keadilan bagi Nuraini. Karena tidak memili biayya dan berharap mendapat keadilan berupa hak-hak Nuraini selama bekerja di Kuwait, keluarga menggadaikan sepetak sawah milik keluarga.
Selama berjuang di Jakarta, Nuraini dan kedua orangtuanya tinggal di Shelter Sekretariat Nasional SBMI di Jl Rawa Jaya RT.03 / RW.04 Kel.Pondok Kopi Kec.Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Tanggal 17 Desember 2014 bertepatan peringatan Migran Day, Nuraini dan keluarganya bersama Dewan Pengurus Nasional SBMI dan KSBSI sempat menemui Kepala BNP2TKI Nusron Wahid yang berjanji untuk memberikan pengobatan lanjutan kepada Nuraini.
Tanggal 17 Desember 2014 Nuraini dan kedua orangtuanya mengadukan kasusnya dan bertemu dengan Direktur Perlindungan WNI dan BHI DEPLU di dampingi SBMI dan KSBSI. Pada pertemuan ini pihak Kemenlu lewat KBRI Kuwait menyalahkan Nuraini yang kabur dari rumah Majikan. Nuraini membamtah tudingan ini dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah diberi kebebasan untuk keluar rumah, bahkan untuk membuang sampah saja Nuraini di awasi oleh majikan. Bagaimana dia kok bisa diaminkan oleh KBRI Kuwait melarikan diri?
Di akhir tahun 2014, respon yang sama juga didapat oleh Nuraini ketika mengadukan permasalahannya bahkan berdemo ke Kemenaker. Menteri Tenaga Kerja RI, Hanif Dhakiri hingga saat ini belum merespon surat pengaduan yang dilayangkan Nuraini.
Nuraini masih terus menuntut, pada tanggal 8 Maret 2015 Nuraini ikut dalam aksi perayaan Perempuan Rakyat Menuntut Kesetaraan dan Kesejahteraan. Bahkan Nuraini menyempatkan dirinya untuk mewakili BMI menyerahkan mandat kepada Tim 9 KPK.
"Tidak ada kamus kata mundur dalam perjuanganku selama haknya dan keadilan belum aku dapatkan. Aku akan terus menuntut, Ayo BMI teruslah berlawan!", pesan Nuraini menutup catatan kronologis masalahnya dan perjuangannya.
0 komentar:
Post a Comment