Gioconda Belli, Photo. istimewa |
Kesedihan itu
aku telah menyeretnya ke kehidupan
dan sesuatu mengeraskannya (Gioconda Belli **)
Disarikan dan ditulis dengan cara seolah AKU (Gioconda Belli) berbicara sendiri.
Tapak Hidupku
Aku melepaskan perkawinanku demi Sandinista (Nikaragua), spionase dan perjuangan untuk kekuasaan.
Aku menghadapkan diriku pada peluru, pada kematian; aku juga menyelundupkan senjata, berpidato, menerima penghargaan sastra, memiliki anak segala hal, tapi, hidup tanpa lelaki, tanpa cinta, adalah asing bagiku, aku seperti tak punya hakiki tanpa suara lelaki (menyebut namaku) dan cintanya (yang menghargai hidupku). Aku benar-benar kasmaran dan dibuat gila oleh cintaku pada Modesto, seorang gerilya Sandinista, yang merubah hidupku dan, akhirnya, bekerja bersamaku di Kementerian Perencanaan Nikaragua. Bagiku, ia masih seorang yang sangat berani, dan pemberontak yang cerdas.
Bagiku, begitu indah kehidupan politik dan romantikku, apalagi di tengah-tengah pemberontakan rakyatku. Walau aku turunan dari kelas atas, aku bergabung dengan gerakan Sandinista yang sedang berkembang di tahun 1970, saat aku baru berusia 20 tahun, dan empat tahun kemudian aku menjalani 6 tahun perkawinan yang tak membahagiakanku. Setelah pemberontakan Sandinista berhasil meruntuhkan rejim Somoza di tahun 1979, aku mulai belajar bekerja dalam pemerintahan Sandinista. Saat puncak-puncaknya Amerika mendanai pemberontakan Contra di awal tahun 1980-an, aku bekerja di Departemen Penerangan markas besar Sandinista, dan aku jatuh cinta pada Charlie Castaldi, seorang repoter Amerika. Akhirnya, aku dan dia menikah dan pindah ke Amerika, dan menghabiskan sisa-sisa hidupku 6 bulan hidupku di Amerika dan 6 bulan lagi di Nikaragua.
Hal yang penting dari kenanganku adalah menunjukkan bagaimana pemberontakan sosial memberikan dampak pada kehidupan personal. Dari perspektif seorang perempuan, keintiman romantik tak bisa dipisahkan dari politik. Aku pikir, sangat menarik bila melakukan hal pararel antara proses pembebasan diriku sendiri dan proses pembebasan negeriku. Pemberontakan diwujudkan dalam bentuk pembongkaran. Seorang penyair Nikaragua mencoba menilai diriku: seorang perempuan yang membongkar dirinya; dengan begitu ia seorang pemberontak. Karena memang ada hentakan pemberontakan dalam diriku, maka aku setuju pendapat itu.
Aku juga sangat senang menerapkan pendapat tersebut ke dalam gagasan bahwa perempuan merupakan hakiki spiritual. Kami merupakan subyek bagi jenis kelamin kami. Kami akan menghubungkan keintiman kami dengan apapun peran publik yang kami perankan dan memberikan tingkat penghargaan yang sama terhadapnya, yang memang sangat sulit. Sulit memberikan acuan yang sama terhadap spirit dan daging. Kami melakukan revolusi seksual, namun revolusi seksual agar jenis kelamin lebih bisa melakukan pemberontakan terhadap nilai-nilai lama. Begitu teguh keyakinan kami atas jenis kelamin dan biologi kami; kami akan berhenti menjadi makhluk yang mengerikan.
Aku mendapatkan pendidikan seksual yang baik. Dalam hal itu, ibuku memang akhlinya, termasuk mengurus badan dan kekuatan seksualitas, yang bukan saja akan memberikan kehidupan tapi juga kebahagiaan menikmatinya. Bagiku, hal itu layaknya tindakan yang sakral.
Ya, aku memang tumbuh di negeri yang sangat sulit, dalam situasi penindasan Somoza yang sangat keji. Keluargaku menentang Somoza; Somoza seorang liberal, dan keluargaku konservatif. Itu lah karakter dua partai politik tradisional di Nikaragua. Seluruh keluargaku harus terlibat dalam plot melawan Somoza, termasuk berdemontrasi. Saat aku masih belia, aku sudah terbiasa melihat foto (di koran) seorang ibu yang memeluk anak-anaknya yang dibunuh Pengawal Nasional. Seorang mahasiswa dibunuh dekat rumahku, darahnya masih bersimbah di benakku. Tapi itu saat ketika kami tak bisa mempertahankan diri⎯saat tanpa harapan adanya alternatif dari warga negara.
Bahkan bagi kelas atas sekali pun. Somoza memberikan kesejahteraan ekonomi pada mereka hingga tahun 1972 saja, saat gempa bumi terjadi. Gempa bumi memberikan semacam keseimbangan antara kelas atas dengan Somoza. Saat keseimbangan mencapai puncaknya, kelas atas mulai mengejek dan mengritik Somoza secara lebih terbuka. Juga, ada koran yang sangat penting peranannya di Nikaragua, La Prensa, yang berposisi sangat kritis pada Somoza. Hingga Somoza membayar orang untuk membunuh direkturnya, berhasil. Dan itu lah salah satu yang menjadi pemicu insureksi, pemberontakan rakyat, di tahun 1978.
Pada awalnya, Sandinista adalah organisasi bawah tanah yang mensponsori perjuangan bersenjata. Dan, kami menghormatinya diam-diam, mereka orang-orang yang sangat berani. Mereka sanggup, tak gentar, berhadapan langsung dengan Pengawal Nasional. Tapi kami juga takut pada mereka. Kami merasa mereka mengambil posisi yang terlalu radikal. Kemudian semuanya berubah saat keadaan bertambah buruk saja di bawah Somoza⎯apalagi sebagian besar bantuan internasional dicuri oleh kediktatorannya. Rakyat benar-benar marah. Aku tiba pada keadaaan (sepertinya bertindak) untuk mempertahankan diri: saat para pengemis mendatangi rumah-rumah, memperkosa perempuan-perempuan dan merampas segalanya. Itu lah saat semuanya berubah dan sebagaian besar rakyat mulai mendukung Sandinista di tahun 1977. Sebelumnya, sangatlah riskan, penuh resiko, bergabung dengan Sandinista. Tapi, semakin lama, lebih banyak orang⎯terutama kaum mudanya⎯terlibat dalam politik dan bergabung dengan Sandinista.
Sungguh, orang-orang Sandinista terdiri dari orang-orang dari segalam macam pengalaman hidup. Perjuangan Nikaragua bukan lah suatu perjuangan kelas. Perjuangannya melibatkan segala kelas sosial karena mereka berkehendak sama: melawan tirani yang menyengsarakan semua orang. Keterlibatan kelas atas datang belakangan, semakin besar saja. Saat aku bergabung dengan Sandinista, masih sedikit yang dari kelas atas.
Aku bisa Begabung dengan Sandinista saat seseorang⎯yang kupanggil Sang
Penyair mencerahkanku. Saat itu aku berumur 20 tahun.
Orang mungkin berpikir bahwa aku bergabung dengan Sandinista karena aku berpacaran dengan salah seorang dari mereka atau sebutannya “direkrut karena memeknya”. Satu istilah yang mengerikan. Aku menolak anggapan tersebut. Walaupun aku menyebut-nyebut Sang Penyair dalam puisiku, bukan berarti keteguhan politikku ditentukan olehnya atau oleh orang-orang yang aku kenal. Aku berteguh dalam posisi politikku berdasarkan pada pengalaman hidupku. Aku memang masih muda saat itu, tapi aku sudah bisa merasakan bahwa adalah tak benar bila aku hanya menjadi seorang perempuan yang sekadar menikah, melupakan hal-hal lain di dunia sekitarku, dan hidup mapan sebagai perempuan kelas atas. Aku, saat itu, telah memiliki pemikiran dan gagasanku sendiri. Dan, saat itu, dalam hidupku, aku juga telah banyak membaca.
Aku juga bertemu dengan lelaki Sandinista lainnya. Sebenarnya, Sang Penyair, tidak lah benar-benar yang merekrutku; orang yang merekruiku adalah Camilo Ortega. Tapi perasaan yang bisa mencerahkan hidupku adalah kemampuan untuk mentransformasikan hidupku dan memberiku kekuatan sebagai seorang warga negara dan sebagai seorang pribadi⎯yang bisa melepaskan diriku dari perkawinan yang tak bahagia. Suatu kombinasi antara suatu prinsip untuk mengejek konvensi (yang tak membahagiakan) dengan cintaku pada Sang Penyair.
Bagiku, saat itu, juga merupakan pembebasan seksual. Tapi, tak pernah keteguhan politikku ditentukan oleh lelaki yang bersamaku. Aku memiliki gagasanku sendiri. Aku menyukai Sang Penyair karena ia membuka pintu (bukan saja) untuk mengetahui sejarah Nikaragua dengan lebih baik, (tapi juga) tentang apa yang sedang terjadi dalam sastra Amerika Latin.
Ya, itu hari-hari yang ceria. Aku menghabiskan waktu tahunan dengan seorang lelaki yang penyedih dan (hidup) dalam masyarakat yang penuh tata krama serta kaku, yang tak mengizinkanku memiliki kebebasan kecuali yang sudah ditentukan buatku. Dan kemudian, suatu pertemuan historis (tentu saja) memberikan padaku makna serta harapan. Historis, karena mengenalkanku pada orang-orang yang berhasrat merubah dunia, yang didorong oleh kegembiraan intelektual, yang sangat dicerahkan oleh idealisme. Aku terkesan, kagum.
Walaupun aku punya empat anak, waktuku tak begitu tercabik-cabik layaknya perempuan pekerja. Sepertinya adalah kutukan bagi perempuan yang masih menganggap anak-anak adalah tanggungjawab perempuan. Anak-anak adalah tanggungjawab masyarakat. Mereka adalah lelaki dan perempuan masa depan dunia. Perempuan menanggung beban tanggungjawab tersebut, dan kami menanggungnya sendirian. Sangat tak adil. Sehingga kami merasa bersalah bila kami mencari jalan yang lain: berhasrat mengisi hidup kami sendiri. Itu merupakan jebakan sosial, dan perempuan dibutuhkan agar memikirkan dunia tempat anak-anaknya tumbuh.
Aku justru tercabik-cabik karena aku memiliki semua kepercayaan tradisional tersebut, aku juga punya sebagian diriku yang berkata “Tidak, ini tak benar. Aku harus menjaga dunia tempat anak-anakku akan hidup.”
Aku pernah bercakap-cakap dengan Camilo dan mengatakan, “Aku punya seorang anak, aku takut.” Menurutnya, “Yah, kau harus melakukannya demi anak kau karena, bila tidak, anak kau itu yang akan melakukannya. Bila orang tua kau sudah melakukannya, kau tak perlu melakukannya lagi.” Memang benar. Bisa memberikan jawaban.
Aku begitu yakin bahwa alasan mengapa anak-anakku menjadi bermakna dan mencapai kemanusiaannya adalah karena mereka tak tumbuh sendirian. Dalam proses membesarkannya, dalam tahun-tahun di pengasingan dan segalanya, aku memiliki orang-orang di sekitarku yang berperan baik bagi mereka. Mereka melihat orang-orang itu begitu baiknya pada mereka. Mereka memiliki orang-orang yang akan menemaninya di rumah dan juga menjaganya.
Salah satu tugasku di Sandinista adalah mengemban tugas operasi rahasia ke Managua; tugas-tugas tersebut tak akan bergerak sendiri, kami harus membawanya ke Managua. Aku seorang kurir karena saat itu tak ada fax, tak ada e-mail, tak ada apa pun. Semua telpon disadap. Kami akan berkomunikasi lewat surat, dan surat tentunya harus dikirimkan. Aku memiliki kemudahan mengetahui⎯karena pekerjaan yang kujalani⎯informasi tentang korupsinya kediktatoran. Aku bisa mendapatkan beberapa informasi tentang bisnis Somoza.
Aku terlibat dalam operasi di tahun 1974, dan aku bisa masuk ke berbagai kedutaan untuk mendapatkan data. Bagi kepentingan mereka yang bekerja di gunung, aku harus mendapatkan obat-obatan dan pasokan lainnya, juga aku harus menyediakan tempat yang aman (safe houses) bagi orang-orang gerakan. Aku juga terlibat dalam kelompok kebudayaan dan pergi ke kampung-kampung untuk mengorganisir pertunjukkan pembacaan puisi, selain memobilisasi rakyat dan memberikan pendidikan-pendidikan penyadaran. Kami harus mengerjakannya secepat mungkin, dan lari, karena secepat itu pula Pengawal Nasional datang.
Pengawal Nasional memulai gelombang penindasan. Misalnya, setelah tahun 1974, saat Sandinista melakukan operasi di bulan Desember, mereka mulai menjebloskan ratusan orang ke penjara dan menyiksanya. Mereka membentuk pengadilan militer untuk mendakwa dan menghukum mereka yang dituduh sebagai Sandinista. Aku diadili oleh salah satu pengadilan tersebut. Kami tak bisa melakukan pembelaan. Aku dipenjara, ditempatkan di ruang pengasingan. Disiksa secara mengerikan. Dalam bukuku, aku bercerita tentang seorang lelaki yang dikubur hingga batas lehernya selama seminggu. Perempuan diperkosa secara sistimatik, disetrum, diborgol ke dinding. Kediktatoran yang keji dan mengerikan. Mereka akan menangkapi orang-orang desa yang dituduh membantu Sandinista, mengantungkannya di helikopter-helikopter, terbang, dan menjatuhkannya.
Aku membunuh orang karena aku harus mempertahan diri. Pengawal Nasional punya model⎯mereka bukan hendak menangkap Sandinista, mereka mau membunuhnya. Kami tahu itu. Masalahnya adalah, kami harus mempertahankan diri. Bila kami hendak meneruskan perjuangan, kami harus sanggup berhadapan dengan banyaknya korban. Itu lah cara berjuang. Tapi, bagi kami, sangat sulit menghadapi banyaknya korban.
Kami juga membenci orang-orang itu, tentara-tentara itu. Mereka sangat brutal. Di Nikaragua, tentara lah yang mengawasi dan mengendalikan jala-jalan, dilengkapi helm untuk menyerang, bahkan polisi pun demikian. Mereka para pembunuh.
Selama perjuangan melawan Somoza, aku merasa Sandinista memperlakukanku setara dengan lelaki. Ketidakpuasanku datang sesudahnya, bukan karena cara mereka memperlakukanku tapi karena kami memiliki aspirasi besar bagi perempuan. Kami menghendaki keadaan perempuan bisa berubah lebih radikal. Tapi keadaan perempuan di Nikaragua bisa maju karena kami berada dalam posisi yang penting. Kami sanggup bertarung dengan lelaki. Di Nikaragua sekarang ini, lebih banyak perempuan mengisi jabatan kekuasaan ketimbang di negeri-negeri Amerika Tengah lainnya. Tentu saja, setelah kami berjuang mati-matian menuntut persamaan. Sangat lah tak adil bila perempuan tak diperbolehkan terlibat di jabatan-jabatan tinggi pemerintahan.
Episodeku dengan Modesto adalah suatu pertunjukkan kontradiksi dalam kehidupan perempuan. Di satu sisi, aku adalah perempuan yang ingin begitu terbebaskan dan sangat teguh, yakin, pada diriku serta perjuangan hak-hak perempuan. Di sisi lainnya, aku mencintainya. Dan aku begitu sentimental. Saat yang menyulitkan dalam hidupku. Aku sadar, Tuhanku, aku begitu bodoh. Dan aku berhasil mematahkan hubungan yang begitu mengikat yang kubangun dengannya. Tapi itu sering terjadi, pada seorang perempuan yang paling pintar sekali pun. Salah satu alasan mengapa aku menuliskannya adalah karena hal itu penting dibicarakan. Itu lah kontradiksi yang menyelubungi kami berdua. Emosi-emosi kami, karena kami begitu menghargainya, kadang melewati batas akal sehat kami.
Aku pernah merasakan berada dalam situasi bahwa meraka adalah kawan-kawan, kawan-kawan yang seharusnya memperlakukanku sebagai seorang individu politik, seseorang yang sedang melakukan tugas dalam gerakan politik. Kemudian datang juga bagian perasaan yang sama mengusiknya: hasrat seksual.
Menurutku episode tersebut cukup menggairahkan⎯bagaimana lelaki bereaksi terhadap kekuasaan dan kekuasaan seperti apa yang mereka yakini bisa mereka jalankan. Aku tak bisa berkata bahwa Fidel Castro menggugahku. Tapi situasinya memang ganjil; ia jelas menyukaiku. Tapi situasinya saling meragukan.
Saat aku intim dengan Charlie, keprihatinan yang terungkap padaku adalah, bahwa ia seorang jurnalis Amerika, kita sedang berperang dengan Amerika, dan menjalin hubungan dengannya bukan lah hal yang benar karena aku banyak mengetahui rahasia negeri ini. Saat itu aku adalah sekretaris eksekutif komisi pemilu. Aku punya banyak informasi. Tapi aku sadar lelaki lain pun melakukan hal yang sama⎯lelaki yang bekerja di dinas rahasia Nikaragua, yang berkecimpung dengan informasi yang lebih sensitif ketimbang yang berada di lingkunganku⎯juga berkencan dengan jurnalis-jurnalis Amerika. Lelaki tak perlu kehilangan kepalanya saat melorotkan celananya. Tapi perempuan, dianggap ya.
Lalu, aku bilang pada mereka, “Bila kalian tak percaya bahwa aku bisa mempertahankan kepalaku (menyimpan rahasia), pecat saja aku.” Tapi mereka tak melakukannya. Charlie juga mendapat kesulitan. (Pejabat Urusan Negara kantor berita NPR) Otto Reich mengundangnya dalam pertemuan Dewan Editorial kantor beritanya (NPR) dan mendakwanya, bahwa Sandinista menyediakan perempuan baginya dan membayarnya agar ia mau menyebarluaskan propaganda Sandinista. Mereka menyebarkan desas-desus untuk menjatuhkan Charlie dan jurnalis lainnya.
Tentu saja menjadi berita, karena Otto Reich sekarang menjadi kepala yang menangani Amerika Latin dalam kementerian luar negeri Amerika. Mereka telah menzalimi Charlie lebih dari yang dilakukan orang-orang Nikaragua kepadaku.
Kegagalan perjuangan Sandinista adalah tanggung jawab Amerika dan Sandinista sendiri. Aku lebih menyalahkan Amerika karena ia negeri besar, yang seharusnya lebih mengerti. Memang demikian lah pola Amerika di Amerika Latin, menerapkan kebijaksanaan luar negeri yang salah, yang telah menyebabkan kepedihan dan kesengsaraan bagi rakyat Amerika Latin. Setiap proyek reformasi sosial di Amerika Latin selalu diserang Amerika. Nikaragua bukan lah kasus yang pertama kali; terjadi juga di Guatemala pada tahun 1954, di Republik Dominika, apa yang mereka lakukan terhadap Allende di Chili, juga di Peru. Nikaragua terperangkap dalam konfrontasi Timur-Barat. Nikaragua negeri yang begitu kecil, yang mencoba melakukan reformasi sosial dan mengupayakan segalanya demi kepentingan rakyat banyak. Amerika, dengan segala kekuatannya, menentangnya dan menggunakan taktik-taktik kotor dan di luar hukum⎯perang tersembunyi, membakar semua cadangan minyak kami, menyebarkan panduan CIA untuk membunuhi orang-orang Sandinista, mendeklarasikan bahwa Nikaragua merupakan ancaman bagi keamanan nasional Amerika.
Kami menginginkan reformasi radikal bagi Nikaragua, walaupun kami bukan komunis. Akan aku lantangkan itu hingga akhir hayatku. Kami tak setuju pembatasan pada kebebasan individual seperti biasanya diterapkan di negeri-negeri blok komunis. Kami sepakat akan kebebasan pers, kebebasan bepergian dan memeluk agamanya masing-masing. Dan itu kami terapkan, kami jalani. Kami menyelenggarakan pemilu dan menyerahkan kekuasaan pada oposisi di tahun 1990. Itu lah pertama kali dalam sejarah Nikaragua satu partai menyerahkan kekuasaannya kepada partai lainnya secara damai.
Aku tak mendukung presiden baru kami, Violeta Chamorro. Ini salah satu alasannya: Di tahun 1990, dalam daftar Indikator Kualitas Hidup 135 negeri (menurut statistik PBB), Nikaragua menempati posisi nomer 85. Sekarang, nomer 127.
Kami telah berhasil mendapatkan banyak capaian demokrasi. Dengan caranya, Sandinisme adalah fasilitator demokrasi di Nikaragua. Sandinista telah menjadi partai kedua terbesar. Sandinismo menyerahkan (pada kekuasaan yang baru) tentara yang tidak menindas, yang profesional dan terorganisir, dan memiliki makna sebagai tentara dari rakyat yang berdaulat. Itu lah, bagiku, keabsyahan Sandinisme.
Tapi, pemerintahan sekarang ini memerintah tanpa menyayangi rakyatnya. Tingkat kematian rakyatnya kedua tertinggi di Amerika Latin. Nikaragua, Setelah tahun 1980, adalah negeri termiskin di Amerika Latin. 70 persen rakyatnya hidup dengan biaya kurang dari sedolar seharinya.
Tapi kami bukan komunis. Kami memang punya dampak terhadap orang-orang kaya karena kami ingin membagi kesejahteraan di negeri kami, kami memang harus melakukannya … dan mulai lah orang-orang mendakwa kami komunis.
Kami mulai dihadapkan pada perang Contra dan, dalam situasi perang⎯seperti bisa kita lihat sedikit di Amerika setelah 11 September⎯demokrasi dan perang tak bisa sejalan. Saat diserang, orang yang memiliki kecenderungan autoritarian memiliki ladangnya karena ia bisa mensyahkan setiap perilaku autoritariannya dengan mengatakan kami harus melindungi keamanan rakyat. Dalam satu hal, Amerika menfasilitasi kecenderungan autoritarian yang muncul. Kami tak memiliki pengalaman latihan demokrasi. Kami menjalani kediktatoran selama 45 tahun. Amerika menuntut kami agar lebih demokratik ketimbang apa yang mereka lakukan di sini.
Aku merasa tak enak hidup di Amerika tapi, pada saat yang sama, aku berhasrat mengerti Amerika dengan lebih baik. Sejak 1986 aku memutuskan bahwa aku lebih baik menjadi penulis ketimbang politisi, dan karenanya harus berkonsentrasi pada tulisanku. Itu merupakan suatu keputusan yang sulit, tapi itu merupakan bagian dari kompromi terhadap hubunganku (dengan Charlie). Dan menurutku Amerika bukan sekadar negeri yang menyerang Nikaragua tapi juga negeri yang menghasilkan Mark Twain, William Faulkner dan Eudora Welty.
Dan aku menghabiskan separuh hidupku di Nikaragua. Cara aku bisa merekonsiliasikan hidupku di sini adalah dengan mempererat pertalianku dengan Nikaragua. Itu lah mengapa aku memberi judul bukuku “Negeri di Balik Kulitku.” Negeri itu melekat di tubuhku, aku memilikinya, aku tahu apa yang sedang terjadi di negeriku.
Aku tetap seorang peserta aktif dalam kehidupan politik Nikaragua.
Anak lelakiku hidup di Nikaragua. Anak perempuanku hidup di Amerika.
Ya. Aku merasa telah memberikan kebaikan bagi Nikaragua. Tak ada tentara penindas, ada kebebasan, ada kemungkinan demokrasi. Sangat menarik mengamatinya sebagai negeri yang baru tumbuh⎯tumbuh ke arah demokrasi bukan lah hal yang gampang. Kami masih memiliki banyak politisi yang mencoba campur tangan dan memanipulasinya. Tapi ada konstitusi untuk menangkalnya.
Apa yang telah kusadari adalah bahwa, dalam sejarah, kami bak satu kedutan waktu. Berpikir bahwa aku bisa melihat segala impianku menjadi kenyataan adalah khayal. Kami harus saling membagi, dan aku berharap rakyat juga bisa saling membagi, saat impian bisa terwujud dan bisa menggerakkan roda sejarah, sederak-lambat apa pun gelindingnya. Tanggung jawab kita semua. Aku merasa aku telah memberikan bagian terbaikku yang bisa aku sumbangkan. Dan aku masih harus memberikannya, melalui buku yang kutulis.
Panen Prosa Pembebasan, Setelah Memaknai Dunia
Dan, seandainya pun kau berasal dari satu masyarakat yang diistimewakan, tak menjamin puisi-puisi kau bisa diandalkan.
Aku benar-benar berjuang dengan impianku, hingga aku tahu siapa aku.
Jendela tahun-tahun hidupku, begitu penting bagiku. Aku menjadi perempuan dan ibu, karenanya bisa menggairahkan revolusi Sandinista. Proses pembebasanku menyepakati sejarah Nikaragua, yang tak mungkin terjadi dalam konteks lain. Menjadi bagiannya, merupakan kebanggaan. Tak mungkin kebebasan akan mengelilingiku bila tak ada pembebasan bagi orang-orang dalam proses sosialnya, dan satu-satunya jalan untuk bahagia serta menemukan jati diri adalah bekerja dalam proses sosial tersebut, tanpa menaklukan identitas diri. Suatu keseimbangan yang sulit, tapi bukan tak mungkin.
Kutulis buku yang seakan-akan terlalu banyak khayalan, melebihi kenanganku⎯karena kenangan mewajahkan diri dalam cara yang berbeda, oleh karenanya seperti aku mengingat segalanya. Tak ada fiksi di dalamnya, semuanya kenanganku dan sikapku tentang bagaimana peristiwa-peristiwa pada periode itu bisa terjadi. Di antara pengalaman-pengalaman tahun-tahun itu, yang paling sulit adalah memilah saat-saat kepedihan mana yang bisa berharga bagi jalan hidupku. Aku harus memilah kepedihan mana yang begitu mengganggu, mana yang bisa membuat sejarah menjadi paling memukau, dan mana yang memungkinkan menjadi sandaran bagi jalan hidup yang lebih baik.
Negeriku begitu kecilnya, seolah bisa dijinjing-jinjing, namun tak bisa kulangkahi, dan begitu berbeda. Aku merasa begitu dilimpahi perspektif dunia, dan melihat Nikaragua dalam perspektif tersebut, melihat kaitan Nikaragua dengan dunia seperti itu. Nikaragua mencoba melabrak hambatan negeri-negeri miskin menjangkau kemajuannya. Kita tak boleh lupa bahwa revolusi adalah bidan demokrasi, yang akan menyingkirkan tentara penindas, dan menghaturkan makhluk yang sanggup memiliki kapasitas yang sebelumnya tak mungkin. Aku menyandarkan langkah sejarah negeriku hingga ia bisa merubah hidup kami semua, rakyat Nikaragua.
Dinding tua ini, mencoba mempertahankan batu-batunya, yang tak bisa dicegah rontok. Akh, padahal, aku, perempuan yang penuh kata-kata di benaknya.
Bisa kah aku menjajaki suara yang kutinggalkan di lembah yang gaduh? Seandainya saja, gema suaraku bisa tetap mengajak angin tetap bersanding, saat mulutku terkatup. Padahal, aku, adalah perempuan pengrajin yang menarikan jari-jarinya menenun tekstur wool lembut planet ini.
Suara apa yang dinyanyikan ombak-gerai rambut zaman ini? Zaman yang harus bermakna bagi lelaki dan perempuan yang menghidupinya. Zaman yang mengagungkan kesemestaan cinta, bagai ciuman yang mengobati, melepas, keheningan. Zaman yang dihidupi oleh tangan perempuan yang mengupas kopi⎯tangan yang malamnya menghidupkan gairah berahinya dan lelakinya. Zaman yang bisa membuat komputer dan yang serba digital bisa menebar harum kayu manis. Janji terus ditebar, di Zaman ini.
Aku akan terus menikmati suguhan tarian yang digerakan jutaan hasrat, yang mengembara minta ditilik (dilirik sekali pun) dan disempurnakan. Hasrat yang, pasti, digairahi sel-sel otak; dan, dengan demikian, akan menyehatkan sel-sel otak itu sendiri; sel-sel otak yang akan melahirkan cinta. Cinta yang akan saling membagi cita-rasa, kecerdikan, namun di tengah dunia yang berkarat menggerogoti dinding dan pagar cinta⎯yang, sungguh, bisa menolak bala dan kekejian. Makna terdalam dari kegelapan kelahiran mungkin seperti ini: kelahiran ada dalam makna kata kerja? Dunia bagai prinsip yang vital? Aku yakin kita harus membuahi wilayah ini dengan harmoni⎯di mana aku begitu transparan⎯tak peduli seberapa sinis dan ironinya kata kerja tersebut. Pengetahuanku memberanikanku memanjat pohon yang belum tentu memberikan buah pencerahan⎯yang jelas, aku ingin menggigit, mengunyah, untuk menikmati lezatnya sari buah gerusan gigiku.
Sungguh, aku akan memberikan kesaksianku yang paling radikal: aku akan tumbuh di Semesta baru di hadapan bibir bumi yang kasar⎯agar bisa mengurapi harum (BARU) bagi plasenta ibu zaman.
Setelah peristiwa 11 September, Masyarakat Amerika masih juga belum bisa membayangkan bagaimana perahu-perahu Amerika membawa lari persediaan minyak kami di Corinto, bagaimana pesawat-pesawat Black Birds memecahkan keheningan pagi yang menaungi kami dengan bom-bom yang menggetarkan kaca-kaca rumah kami; belum lagi tunas-tunas muda yang dipanen bom-bom itu.
Aku memohon pada mereka untuk membayangkan apa yang akan terjadi pada penduduk Belgrade bila mereka mendukung pemboman selama 80 hari berturut-turut; masih saja keputusan politik kedua pihak menyederhanakan kepedihan; sangat disesalkan bahwa kita merupakan makhluk yang belum juga mengambil hikmahnya, sepanjang abad: untuk lebih mendalam merasakan ketidakadilan yang dibebankan pada kemanusiaan, di mana pun.
Padahal, Amerika, sebelum pemilu di Nikaragua, berlaku sebagai teroris yang mencancam sebelum meledakkan bom⎯”tak perlu lagi percaya akan ada perubahan di tangan Daniel Ortega; Daniel Ortega adalah mush bagi semua kepentingan Amerika. Dan ia juga adalah kawan dari musuh-musuh kita; Amerika akan merubah kebijaksanaannya pada Nikaragua bila Daniel Ortega mau menyelenggarakan pemilu; memang, Duta Besarnya mengatakan bahwa Amerika akan menghormati apa pun keputusan rakyat Nikaragua, tapi secara terang-terangan juga mencoba mempengaruhi perolehan suara dengan menggunakan ketakutan dan ancaman (menempatkan Daniel Ortega dan rakyatnya dalam area musuh). Padahal, Amerika, menolak terorisme.
Sungguh, Front Sandinista, tempatku bernaung dengan alasan kehendak yang pasti, tak pernah mendukung terorisme sebagai metode perjuangan, tak pernah menyandera orang tak berdosa, tak pernah meledakkan gedung yang penuh dengan orang-orang sipil. Tuduhan terorisme pada Daniel Ortega semata-mata berdasarkan bahwa kami punya hubungan dengan Gadafi, Fidel, bahkan Nelson Mandela.
Dan saat rakyat Nikaragua diharuskan mempertimbangkan kepentingan dan kreteria Amerika saat memutuskan siapa yang akan memimpin negerinya lima tahun mendatang, bangsa-bangsa Utara tak mau menghargai demokrasi di negeri kami.
Bila Giuliani, walikota New York, punya hak untuk menolak bantuan Saudi Arabia sebesar 10 juta dollar karena dibarengi dengan mengkritik kebijaksaan luar negeri Amerika; maka demikian pula dengan bantuan terhadap rakyat Nikaragua, Amerika tak punya hak menggunakan ototnya untuk mempengaruhi keputusan rakyat Nikaragua.
Apa yang kumaksudkan samasekali tak berkaitan dengan heroisme pemadam kebakaran New York, atau seruan untuk menghargai kaum muslim di Amerika akhir-akhir ini⎯yang memang selayaknya milik Amerika; yang kumaksud: itu lah Amerika Serikat, di negerinya sendiri dan di negeri-negeri lain.
Puisi (bekal hidup) dari Gioconda Belli
MEMPERSENJATAI HIDUP KAU
Mempersenjatai hidup kau.
Menghidupinya mengurai kusutnya.
Berikrar pada masa depannya.
Membangun harapannya.
PEMBERONTAKAN
Sudut kehidupan mana
yang akan menyuguhkan kebahagianku?
Di bumi mana yang bisa memberikan padaku
kelengkapan yang kuharapkan, yang tak bisa membuatku mengundurkan diri
karena darahku telah teracuni
dan kata-kata yang mencariku, berkeliaran di sekitarku
dan sajak sajak telah begitu menghidupiku, harus kubela
mereka mendampingi saat saat ku, tak tergantikan, indah.
Mereka ada di diriku, dalam diriku, dengan segala kekuatan bumi,
kekuatan cinta, dengan segenap kesakitan-ekstrim yang dibawa anak lelakiku saat harus kulahirkan dan kusembunyikan
karena kesakitan itu bukan dibebankan padaku untuk aku banggakan padanya
tapi untuk mendongakkan kepala agar kertas kertas ini tetap terawat
di beberapa laci saat waktu menguningkannya
sementara aku berubah menjadi sari
sayuran apa pun…
* Cerita tentang Gioconda Belli ini pernah dimuat dalam tabloid PEMBEBASAN.
** Gioconda Belli telah menulis puluhan novel, puisi, prosa dan artikel; serta mendapat penghargaan dari komunitas sastra dari berbagai negeri Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Eropa.
Ditulis oleh Danial Indrakusuma
0 komentar:
Post a Comment