BMI yang bekerja di Taiwan, Photo: Sinar Harapan |
Menteri Perburuhan Taiwan, Chen Hsiung-wen, menyetujui kenaikan upah pokok minimal buruh migran yang bekerja di sektor domestik dari 15.840 NT (dolar Taiwan) menjadi 17.000 NT per 1 September 2015, Kamis (27/8/2015).
Sangat disayangnya kenaikan upah itu hanya berlaku bagi buruh migran sektor domestik yang menandatangani perjanjian kerja per 1 September 2015. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan upah ini juga akan diberlakukan bagi buruh migran yang kembali lagi bekerja ke Taiwan setelah tiga tahun masa perjanjian kerja berakhir atau re-entry.
Sementara itu upah untuk BMI sektor formal sejak Juli 2014 telah naik menjadi NT $ 19.373. namun demikian upah BMI sektor formal diwajibkan membayar lagi biaya penginapan dan uang makan (berdasarkan peraturan di Taiwan sebesar NT $ 2.500 per bulan.
Anehnya Pemerintah Indonesia lewat Menteri Tenaga Kerjanya setuju bahwa kenaikan upah ini tidak berlaku bagi buruh migran yang sedang bekerja di Taiwan dengan penandatanganan Perjanjian Kerja sebelum 1 September 2015. Upah bagi buruh migran dengan perjanjian kerja sebelum 1 September tetap menggunakan besaran upah yang lama. Alasannya karena buruh migran harus mengikuti perjanjian kerja lama yang disepakati kedua belah pihak yang berlaku untuk tiga tahun ke depan.
Diperoleh informasi bahwa sejak tahun 1997 gaji pokok minimal buruh migran sektor domestik di Taiwan tidak pernah naik. Perjuangan kenaikan upah ini cukup lama diberlakukan sementara Buruh Migran Indonesia di Hong Kong juga sedang berjuang menuntut kenaikan upah Pokok Minimal sektor domestik sebesar 4500 dolar Hong Kong.
Data dari Kementerian perburuhan Taiwan menyebutkan bahwa jumlah BMI yang ada di Taiwan sejak Januari hingga Juni 2015 tercatat sebesar 237.670 orang dengan rincian 65 persen sektor informal dan 35 persen sektor formal.
Kontradiksi lain juga cukup memberatkan bagi buruh migran yang bekerja di Taiwan berkitan dengan peraturan biaya agen Taiwan yang dibayarkan perbulan oleh buruh migran sebesar 21.600 NT di Tahun pertama, 20.400 NT di Tahun kedua dan 18.000 NT di tahun ketiga.
Yeni, BMI asal Banyuwangi lewat facebook menuliskan keluahannya ke KORAN MIGRAN bahwa biaya agen yang harus dia bayar jika dihitung bisa mencapai 60.000 NT atau sekitar Rp24 juta. Kami menuntut agar biaya agen itu ditinjau ulang kembali karena sebenarnya biaya itu harus ditanggung oleh user/majikan.
Semua kebijakan atau peraturan biaya penempatan bagi BMI ini ternyata selama ini hanya ditentukan oleh Pemerintah yang hanya meminta pendapat Asosiasi Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan Agensi di Taiwan. BMI tidak pernah diminta pendapat atau usulannya. Hal inilah yang memposisikan BMI sebagai objek bahkan menempatkan BMI secara tidak layak sebagai barang dagangan atau sapi perahan.
Tuntutan soal biaya penempatan ini juga dilayangkan oleh organisasi buruh migran di tanah air seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang didukung oleh Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) di Jakarta. Mereka juga menuntut perbaikan pengawasan terhadap agen-agen di Taiwan yang melakukan perampasan upah dengan modus pemotongan upah sewenang-wenang dari BMI. Desakan juga ditujukan untuk mengambil tindakan tegas mengkriminalkan agen-agen jahat yang melanggar peraturan hukum tersebut.
Begitupun sebenarnya peraturan di Taiwan membuat perlindungan bagi BMI tidak terjamin. Pilihan untuk kabur dari majikan cukup tinggi dan menjadi masalah tersendiri di Taiwan. Dalam peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Taiwan apabila BMI selama tiga hari berturut-turut meninggalkan pekerjaannya keluar dari rumah majikan tanpa pemberitahuan maka akan kehilangan hak-haknya.
Posisi BMI kemudian menjadi buruh yang illegal dan sangat rentan menjadi koran kriminalisasi karena majikan dan agen dapat menjebak BMI dengan memanggil polisi untuk ditangkap sewaktu-waktu bila terjadi perselisihan. BMI yang kabur akan kehilangan hak-haknya seperti gaji, uang lembur, tiket pulang, asuransi kesehatan dan kematian. Pemerintah Taiwan menghilangkan dana subsidi bagi deportasi buruh migran dari negerinya.
Sementara itu Menteri Tenaga Kerja Taiwan Chen Hsiung-wen mengatakan pemerintah Taiwan sudah berkomitmen untuk memberikan dan meningkatkan perlindungan kepada buruh migran di Taiwan sehingga perlindungan lebih maksimal.
"Kami sudah memiliki peraturan yang ketat dan tegas dimana jika agen melakukan pelanggaran bisa dikenakan sanksi ataupun denda. Selain itu, kami memiliki saluran khusus untuk pengaduan yang tersedia juga dalam Bahasa Indonesia. Kedua pemerintah harus memberikan sosialsisasi dan informasi kepada BMI agar mereka mau dan berani mengadukan permasalahannya," kata Chen.
0 komentar:
Post a Comment