728x90 AdSpace

TERKINI
Monday, 23 November 2015

Kontradiktif Ekonomi Dan Pendidikan

ORANG MISKIN SELALU MENDAPAT DISKRIMINASI TERMASUK DALAM PENDIDIKAN
Orang Miskin Selalu Mendapat Diskriminasi dalam Pendidikan, Photo: Istimewa
KORANMIGRAN, JAKARTA - Indonesia merdeka sejak 70 tahun yang lalu, pemimpin negara sadah 7 kali pergantian, sejak era bung Karno hingga era Jokowi. kita dapat melihat perubahan di negeri kita dari berbagai bidang, perubahan yang nampak jelas mungkin dari bidang pembangunan.
 
Lalu bagai mana dengan pendidikan dan ekonomi di indonesia?
 
Kemiskinan masih menjadi persoalan yang tiada hentinya di bahas di negeri kita tercinta. bahkan di dunia pendidikan orang miskin hanya mampu menjadi penonton di saat kaum elit berlomba-lomba menuntut ilmu dan mengejar cita-cita. miskin bukan berarti bodoh, bahkan jika di bandingkan berdasarkan fakta anak orang miskin kebanyakan lebih pintar dari pada anak-anak orang kaya pada umumnya,, jelas!! sebab anak orang yang kurang mampu memiliki motivasi lebih besar dari pada anak orang kaya..!!!hal ini membuat saya pribadi bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin orang miskin tidak pantas mendapat pendidikan yang lebih tinggi dari pada orang kaya? uang sebagai penguasa dunia menjadi penghambat golongan lemah dalam mengejar cita-citanya.

Bagi orang miskin, lulus SMA saja sudah menjadi hal yang amat sangat membanggakan, termasuk saya pribadi. tapi bukan berarti tidak ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, semua itu kembali pada faktor ekonomi. satu per satu cita-cita, harapan, serta angan-angan harus pupus. mau tidak mau harus menerima kenyataan bahwa orang tua tidak mampu membiayai anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikan. sungguh ironis, pada saat itu tidak tahu siapa yang harus di salahkan.!!!
 
Apa yang saya tulis di artikel ini adalah apa yang telah saya rasakan sendiri. masih jelas di ingatanku pada waktu itu tahun 2011 saya lulus dari SMA, di satu sisi ada kebanggaan tersendiri namun di sisi lain perasaan iri terhadap teman-teman seangkatan yang lagi sibuk-sibuk nya mengurus berkas untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun saya merasa lega, sahabatku yang begitu perduli dengan keadaan ku datang memberi harapan, dia memberi ku sejumlah uang untuk ongkos berangkat ke kota tetangga guna mendaftar di salah satu perguruan tinggi negeri di kota itu.
 
Sebulan berlalu, saatnya mengetahui hasil pengumuman SNMPTN, dan saya pun di nyatakan lulus di jurusan ekonomi. Betapa bahagianya saya saat itu, sedangkan teman-teman lain yang tidak lulus harus bersusah payah mengikuti seleksi gelombang ke dua, bahkan ada yang menghalalkan segala cara termasuk letjen (lewat jendela). begitu istilahnya hehehee..
 
dengan membawa berita gembira itu saya bergegas dengan penuh semangat menemui orang tuaku, namun berita gembira itu menjadi hal yang sangat menyedihkan di sepanjang hidupku setelah mengetahui bahwa orang tuaku tidak mampu membayar uang pendaftaran kedua yaitu sebesar Rp.7.000.000.

Saya pun hanya mampu mengelus dada dan menelan ludah, maka pupuslah semua harapan ku di hari itu.!

Dan hari itu menjadi hari yang meruba arah jalan hidupku, saya berusaha tegar menghadapi kenyataan itu namun tak mampu. hingga akhirnya hampir 4 tahun saya hanya menjadi beban keluarga, tidak tahu berbuat apa-apa hanya masalah dan masalah yang selalu saya hadirkan di tengah keluarga, saya bahkan berfikir bahwa semua masalah yang saya perbuat adalah bentuk protes ketidak puasanku terhadap orang tuaku..

Hingga kesadaran menghampiriku bahwa tidak ada seorangpun orang tua yang tidak ingin membahagiakan anaknya semua itu hanya karena keterbatasan materi, dan tidak ada satu pun orang yang pantas disalahkan.
 
Berkaca dari kisah di atas, saya berharap peran pemerintah untuk memberi kebijakan terhadap rakyat miskin yang ada di pelosok nusantara agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti halnya yang di dapatkan oleh orang-orang kaya. karena kita semua tidak ingin akan ada lagi generasi yang rusak mental, menuntut kepada orang tua hingga akhirnya orang tua harus berusaha mati-matian mengorbankan segalanya bahkan nyawa. ada yang harus bekerja sebagai kuli bangunan, buruh serabutan, serta menjadi BMI (Buruh Migran Indonesia) yang harus bekerja di luar negeri, yang sesampainya di negara tujuan diperlakukan semena-mena oleh sang majikan, hingga harus berurusan dengan hukum bahkan ada yang harus menerima hukuman mati.
 
Ditulis oleh: Zulkifli, Anggota SBMI Buol, Sulawesi Tengah
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Kontradiktif Ekonomi Dan Pendidikan Rating: 5 Reviewed By: Zulkifly lamading