KORANMIGRAN - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) tengah melakukan pendekatan dengan keluarga korban
Nura Al Gharib yang diduga dibunuh Sutinah (39) binti Djumadi pada 2007.
Tenaga kerja wanita (TKW) asal Dusun Mrunten Wetan RT 02 RW 03 Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang itu pun terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
“Kami akan mendekati keluarga Nura Al Gharib agar memaafkan Sutinah,” ujar Ketua BPN2TKI Moh Jumhur Hidayat dihubungi Selasa (11/10).
Jumhur mengatakan, pihaknya tengah berkordinasi dengan KJRI di Jeddah, Satgas Perlindungan untuk menempuh proses pemaafan dari keluarga korban.
Jika dimaafkan dengan syarat membayat diyat (denda) pihaknya juga akan memenui permintaan tersebut dan mengupayakan dana. “Proses itu akan kami tempuh untuk mendapat pemaafan keluarga agar tanazul (gugur) hukuman pancungnya,” ungkapnya.
Bersama dengan Satgas Perlindungan TKI, Jumhur juga mengupayakan pendampingan pengacara. “Kami tempuh seluruh prosedur pembebasan dengan terlebih dulu mendekati keluarga,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, kabar mengenai nasib Satinah ini diterima keluarganya di Kalisidi Ungaran pada Maret 2011. Seorang temannya yang juga bekerja di Arab, menyampaikan hal itu kepada keluarga Satinah di rumah. Satgas perlindungan TKI juga telah menyambangi keluarga Satinah di Kalisidi Ungaran.
Sutinah berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI melalui PJTKI PT Djamin Harapan Abadi di Jakarta, pada 2003.
Satinah yang informasinya dikontrak selama dua tahun, sempat pulang pada 2007. Di rumah hanya beberapa bulan, lalu berangkat lagi dengan perusahaan yang sama.
Sejak keberangkatannya yang kedua, Satinah hanya berkabar selama satu tahun. Setelahnya, pihak keluarga kehilangan kontak. Ketidakpastian itu akhirnya terjawab pada Maret 2011. Pihak keluarga menerima kabar Satinah dipenjara dan terancam hukuman pancung. Satinah dituduh membunuh karena membela diri. Selain itu, ibu satu anak itu disangka mencuri uang 37.970 riyal milik sang majikan.
Sebelumnya, Jumhur juga bertemu dengan keluarga TKI yang menghadapi hukuman mati di Arab Saudi, Tuti Tursilawati (27). Warga Desa Cikeusik, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat itu diduga membunuh majikannya, Suud Malhaq Al Utibi, pada 11 Mei 2010.
Ayah Tuti, H Ali Warjuki alias Haji Dudu didampingi pengurus Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meminta pada pemerintah untuk membela anaknya secara maksimal.
“Pemerintah akan mengambil langkah-langkah keras untuk membela Tuti di Arab Saudi,” kata Jumhur.
Sementara itu, berdasarkan catatan SBMI, ternyata masih banyak TKI di Arab Saudi yang menunggu eksekusi mati.
Mereka adalah Sulaimah warga Madura, Dwi Mardiyah, warga Desa Karang Semanding Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur dan Nurfadilah, warga Bondowoso.
Selain itu, Aminah binti H Budi, warga Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan Selatan, Darmawati binti Tarjani warga Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan Selatan, Suwarni warga Jawa Timur, dan Sun warga Desa Patimban, Pusakanagara, Subang Jawa Barat
Tak Terdata
Sementara itu, Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Semarang, Romlah mengatakan, Satinah, TKI yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi itu tidak terdokumentasikan di dinasnya. “Keberangkatan Satinah tidak melalui rekomendasi Kabupaten,’’ katanya.
Menurut Romlah, PJTKI yang memberangkatkan Satinah ke Arab itu juga tidak memiliki rekomendasi untuk perekrutan tenaga kerja dari wilayah Kabupaten Semarang.
Dia mengatakan, selama ini komunikasi untuk pembebasan TKI itu langsung dari pihak keluarga ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Dia lalu menunjukkan salinan berkas jawaban Kemenlu yang diterima Pemprov, tertanggal 15 Agustus 2011. Isinya, pembebasan Satinah sedang diupayakan dengan advokasi. Dalam dokumentasi itu juga tertulis setidaknya ada delapan TKI yang mengalami nasib serupa, terancam pancung.
Dia mengungkapkan, informasi yang diterimanya Satinah selama ditahan sejak 2008, sempat mengirim uang hasil kerajinan keset di penjara. Kali terakhir, perempuan yang sudah bercerai dengan suaminya, Ruri (42), itu mengirim uang Rp 2 juta kepada keluarga di Ungaran melalui seorang teman di Demak.
Romlah berharap pemerintah berhasil membebaskan Satinah. ‘’Dan keluarga di Arab memberikan pengampunan sehingga Satinah terbebaskan tanpa syarat.’’
Inpres
Ketua BPN2TKI Moh Jumhur Hidayat mengungkapkan, untuk melindungi TKI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 2011 antara lain BNP2TKI diberi peran dalam perlindungan TKI.
“Inpres itu diterbitkan antara lain untuk memberi peran kepada BNP2TKI dalam meningkatkan pelayanan dan perlindungan TKI dari hulu sampai hilir dengan lebih baik,” kata Jumhur optimistis.
Tenaga kerja wanita (TKW) asal Dusun Mrunten Wetan RT 02 RW 03 Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang itu pun terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
“Kami akan mendekati keluarga Nura Al Gharib agar memaafkan Sutinah,” ujar Ketua BPN2TKI Moh Jumhur Hidayat dihubungi Selasa (11/10).
Jumhur mengatakan, pihaknya tengah berkordinasi dengan KJRI di Jeddah, Satgas Perlindungan untuk menempuh proses pemaafan dari keluarga korban.
Jika dimaafkan dengan syarat membayat diyat (denda) pihaknya juga akan memenui permintaan tersebut dan mengupayakan dana. “Proses itu akan kami tempuh untuk mendapat pemaafan keluarga agar tanazul (gugur) hukuman pancungnya,” ungkapnya.
Bersama dengan Satgas Perlindungan TKI, Jumhur juga mengupayakan pendampingan pengacara. “Kami tempuh seluruh prosedur pembebasan dengan terlebih dulu mendekati keluarga,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, kabar mengenai nasib Satinah ini diterima keluarganya di Kalisidi Ungaran pada Maret 2011. Seorang temannya yang juga bekerja di Arab, menyampaikan hal itu kepada keluarga Satinah di rumah. Satgas perlindungan TKI juga telah menyambangi keluarga Satinah di Kalisidi Ungaran.
Sutinah berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI melalui PJTKI PT Djamin Harapan Abadi di Jakarta, pada 2003.
Satinah yang informasinya dikontrak selama dua tahun, sempat pulang pada 2007. Di rumah hanya beberapa bulan, lalu berangkat lagi dengan perusahaan yang sama.
Sejak keberangkatannya yang kedua, Satinah hanya berkabar selama satu tahun. Setelahnya, pihak keluarga kehilangan kontak. Ketidakpastian itu akhirnya terjawab pada Maret 2011. Pihak keluarga menerima kabar Satinah dipenjara dan terancam hukuman pancung. Satinah dituduh membunuh karena membela diri. Selain itu, ibu satu anak itu disangka mencuri uang 37.970 riyal milik sang majikan.
Sebelumnya, Jumhur juga bertemu dengan keluarga TKI yang menghadapi hukuman mati di Arab Saudi, Tuti Tursilawati (27). Warga Desa Cikeusik, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat itu diduga membunuh majikannya, Suud Malhaq Al Utibi, pada 11 Mei 2010.
Ayah Tuti, H Ali Warjuki alias Haji Dudu didampingi pengurus Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meminta pada pemerintah untuk membela anaknya secara maksimal.
“Pemerintah akan mengambil langkah-langkah keras untuk membela Tuti di Arab Saudi,” kata Jumhur.
Sementara itu, berdasarkan catatan SBMI, ternyata masih banyak TKI di Arab Saudi yang menunggu eksekusi mati.
Mereka adalah Sulaimah warga Madura, Dwi Mardiyah, warga Desa Karang Semanding Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur dan Nurfadilah, warga Bondowoso.
Selain itu, Aminah binti H Budi, warga Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan Selatan, Darmawati binti Tarjani warga Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan Selatan, Suwarni warga Jawa Timur, dan Sun warga Desa Patimban, Pusakanagara, Subang Jawa Barat
Tak Terdata
Sementara itu, Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Semarang, Romlah mengatakan, Satinah, TKI yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi itu tidak terdokumentasikan di dinasnya. “Keberangkatan Satinah tidak melalui rekomendasi Kabupaten,’’ katanya.
Menurut Romlah, PJTKI yang memberangkatkan Satinah ke Arab itu juga tidak memiliki rekomendasi untuk perekrutan tenaga kerja dari wilayah Kabupaten Semarang.
Dia mengatakan, selama ini komunikasi untuk pembebasan TKI itu langsung dari pihak keluarga ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Dia lalu menunjukkan salinan berkas jawaban Kemenlu yang diterima Pemprov, tertanggal 15 Agustus 2011. Isinya, pembebasan Satinah sedang diupayakan dengan advokasi. Dalam dokumentasi itu juga tertulis setidaknya ada delapan TKI yang mengalami nasib serupa, terancam pancung.
Dia mengungkapkan, informasi yang diterimanya Satinah selama ditahan sejak 2008, sempat mengirim uang hasil kerajinan keset di penjara. Kali terakhir, perempuan yang sudah bercerai dengan suaminya, Ruri (42), itu mengirim uang Rp 2 juta kepada keluarga di Ungaran melalui seorang teman di Demak.
Romlah berharap pemerintah berhasil membebaskan Satinah. ‘’Dan keluarga di Arab memberikan pengampunan sehingga Satinah terbebaskan tanpa syarat.’’
Inpres
Ketua BPN2TKI Moh Jumhur Hidayat mengungkapkan, untuk melindungi TKI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 2011 antara lain BNP2TKI diberi peran dalam perlindungan TKI.
“Inpres itu diterbitkan antara lain untuk memberi peran kepada BNP2TKI dalam meningkatkan pelayanan dan perlindungan TKI dari hulu sampai hilir dengan lebih baik,” kata Jumhur optimistis.
0 komentar:
Post a Comment