Direktur program Timur Tengah dan Afrika Utara Amnesty International, Philip Luther, menyatakan eksekusi terhadap seseorang yang diduga mengalami gangguan jiwa bertentangan dengan dasar kemanusiaan.
"Praktik ini telah dikecam secara luas di dunia dan Arab Saudi seharusnya menanggapi kesempatan untuk mempertimbangkan kembali kebijakan mengenai hukuman mati", kata Philip Luther dalam pernyataan yang dirilis melalui situs Amnesty International.
Sebuah resolusi PBB telah menyerukan untuk tidak mengeksekusi atau menerapkan hukuman mati "bagi seseorang yang menderita semua jenis gangguan jiwa".
"Apapun yang menjadi alasan di balik pelaksanaan eksekusi pada tahun ini, seharusnya menimbulkan kecaman internasional. Otoritas kerajaan harus menunda eksekusi ini dan menjalankan moratorium hukuman mati secara resmi," kata Philip Luther.
Pembelaan Diri Siti Zaenab
Dalam penyelidikan pihak kepolisian Arab Saudi, Siti Zaenab telah mengungkapkan bahwa dirinya telah menikam majikannya sebanyak 18 kali pada November 1999. Atas perbuatannya, itulah dia di vonis hukuman mati pada 2001 lalu.
Namun, sebagaimana dituangkan dalam hasil penyelidikan itu juga, Siti Zaenab mengungkapkan tindakannya itu dilakukan karena majikannya seringkali "berlaku sewenang-wenang". Hal ini mendasari perbuatan Zainab dilakukannya karena mengalami gangguan kejiwaan.
Pelaksana tugas Direktorat Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal, menyatakan Arab Saudi melakukan eksekusi hukuman mati kepada Zainab karena pihak keluarga korban menolak memberi maaf.
Dalam laporan global Amnesty International 2014 tentang hukuman mati yang dirilis pada bulan April 2015, Arab Saudi tetap menempati urutan lima besar negara yang menerapkan hukuman mati.
Data Amnesty juga menunjukkan bahwa Arab Saudi telah mengeksekusi mati 60 orang, sebagian besar dihukum pancung sejak Januari 2015. Data tahun lalu tercatat bahwa jumlah pelaksanaan eksekusi hukuman mati pada tahun 2014 di Arab Saudi berjumlah 90 orang.
0 komentar:
Post a Comment