Overcharging itu adalah modus merampas upah dan memperbudak BMI, Photo. Istimewa |
Tentu saja berbagai perlawanan terhadap Overcharging ini masih terus digelorakan sejumlah organisasi BMI di Hong Kong dan tanah air yang direspon oleh rejim borjuis hanya dengan menurun biaya penepatan dari HK $ 21000 menjadi HK $ 13 500. Yah! Ini adalah kemenangan BMI dalam menuntut diturunkannya biaya agensi. Namun apakah benar pemerintah borjuis berniat baik dengan penurunan ini setelah terbiasa dengan angka HK $ 21000?
Ternyata di balik penurunan biaya tersebut pemerintahan borjuis yang berkuasa di Indonesia ternyata juga membebani majikan dengan biaya sebesar HK $ 11 000 – 13 000. Jadi sebenarnya jumlah keseluruhan biaya penempatan bukanlah diturunkan tapi malah lebih tinggi yaitu sebesar HK$ 26 500. Dampaknya, banyak majikan di Hong Kong menjadi keberatan dan tidak mau mengambil Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari Indonesia. Bilapun mereka tetap mempertahankan memakai PRT Indonesia, majikan kemudian menekan agar beban ini juga ada pada PRT Indonesia. BMI hingga saat ini masih tetap dibebani biaya fee jasa agensi asing di Hong Kong 3 - 5 bulan pemotongan.
Kasus tingginya biaya penempatan (Overcharging) juga berdampak pada masalah-masalah lainnya yang harus dihadapi BMI Indonesia diantaranya rentan untuk mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari majikan. Biasanya terjadi setelah BMI selesai menjalani pelunasan potongan agensi asing. Hal ini terjadi bukan karena BMI tidak bisa bekerja atau pemalas atau banyak melakukan kesalahan saat bekerja melayani majikan dan keluarganya, tetapi lebih sering terjadi karena cara jahat agensi asing yang mempengaruhi majikan dengan tawaran diskoun biaya merekrut BMI baru. Modus ini adalah cara permainan jahat agensi di Hong Kong untuk dengan tamak mengeruk keuntungan lebih banyak lagi dari BMI. Apalagi BMI yang bekerja sebagai PRT oleh majikan dianggap sebagai hak miliknya atau anak buah yang dapat diperlakukan apapun.
Kasus tingginya biaya penempatan (Overcharging) juga berdampak pada masalah-masalah lainnya yang harus dihadapi BMI Indonesia diantaranya rentan untuk mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari majikan. Biasanya terjadi setelah BMI selesai menjalani pelunasan potongan agensi asing. Hal ini terjadi bukan karena BMI tidak bisa bekerja atau pemalas atau banyak melakukan kesalahan saat bekerja melayani majikan dan keluarganya, tetapi lebih sering terjadi karena cara jahat agensi asing yang mempengaruhi majikan dengan tawaran diskoun biaya merekrut BMI baru. Modus ini adalah cara permainan jahat agensi di Hong Kong untuk dengan tamak mengeruk keuntungan lebih banyak lagi dari BMI. Apalagi BMI yang bekerja sebagai PRT oleh majikan dianggap sebagai hak miliknya atau anak buah yang dapat diperlakukan apapun.
Masalah Overcharging membuat BMI menjadi rentan kehilangan kesempatan untuk menyelesaikan waktu perjanjian kerjanya (Finish Contract). Semua upah atau gaji yang diterima selama tujuh bulan sudah dirampas oleh agensi dan kemudian di PHK majikan. Lalu bagaimana nasib BMI selanjutnya?
Akibatnya anyak BMI kemudian di PHK dan dikembalikan secara paksa ke Indonesia atau memilih untuk "Dibuang" ke Cina karena hanya itu pilihannya bila ingin mencari majikan baru dengan dalih menunggu visa. Hal inilah yang kemudian terjadi dan lagi-lagi BMI kembali dirampas upahnya karena harus membayar fee agensi selama 3-5 bulan potongan gaji atau sekitar 9000 – 15 000 dollar Hong Kong. Korban overcharging ini hampir semua BMI di Hong Kong mengalaminya bahkan ada yang harus membayar fee agensi dengan pemotongan upah selama 7 – 12 bulan. Jika melawan dengan menolak membayar agar terlepas dari jerat Overcharging ini hanyalah dengan "kabur". Ini artinya manjadi pekerja/buruh illegal dengan resiko di penjara aparat kepolisian Hong Kong atau menjadi korban sindikat perdagangan manusia.
Soal lain adalah selama masa potongan upah untuk membayar fee agensi, BMI jadi tidak bisa mengirim uang ke keluarga yang bergantung padabila nya di tanah air. Banyak keluarga BMI di tanah air akhirnya terjerat hutang rentenir karena perempuan yang menjadi BMI di Hong Kong itu belum juga mengirim upahnya ke kampungnya di Indonesia.
Permasalahan Overcharging ini semakin diperparah dengan adanya aturan dari KJRI tentang Larangan Pindah Agen melalui aturan System Online. BMI dipaksa untuk terjebak harus melunasi fee jasa penempatan biaya ke PPTKIS dan agensi Hong Kong yang mencarikannya majikan baru. Tragisnya (Konsul jenderak Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong sebagai pelindung BMI malah tidak berpihak. KJRI bersikap sangat tidak koperatif saat menerima pengaduan BMI yang terkena overcharging. KJRI di Hong Kong malah segera memulangkan BMI ke agensi yang menyalurkannya untuk semakin dijerat dengan hutang. BMI semakin dijerat dengan beban hutang biaya hidup selama tinggal di penampungan agensi. Tidak ada yang gratis karena mereka akan membuat BMI semakin terperosok dalam jebakan hutang. Jebakan perbudakan modern!
Kejahatan luar biasa kasus Overcharging yang menimpa BMI bahkan juga buruh migran dari negara-negara miskin lainnya adalah bukan hanya sekedar kejahatan perampasan upah dan kerja, tapi juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat mendasar, dimana dari dampak Overcharging inilah yang membuat BMI dan keluarganya terjebak dalam hutang, tidak bisa menikmati hasil kerjanya di luar negeri. Menjadi budak!
Tidak dilibatkan BMI dan organisasinya dalam pembuatan berbagai aturan yang berkaitan dengan hubungan ketenagakerjaan adalah masalah yang membuat BMI tidak punya kekuatan untuk sekedar membela diri sendiri. Pemerintahan berjouis itu sudah wataknya untuk terus menggunakan swasta (privatisasi) agar tidak capek dan repot untuk mendapatkan devisa. Mereka tidak akan peduli bila PPTKIS dan Agensi Asing di luar negeri terus berbuat semena- mena terhadap BMI dalam jeratan hutang dan merampas upah buruh. Mereka malah mengeluarkan kebijakan yang semakin menjerat leher buruh, seperti mandatori asuransi dan KTKLN serta aturan System Online yang sama jahatnya.
NO TO OVERCHARGING!! YES TO DIRECT HIRING!!
Ditulis oleh Umi Sudarto dan Ramches Merdeka