728x90 AdSpace

TERKINI
Thursday, 24 December 2015

Quo Vadis, Buruh Industri Indonesia?

Gerakan Buruh Indonesia
Ilustrasi aksi Gerakan Buruh Indonesia. Photo: Istimewa.
KORANMIGRAN, JAKARTA - Kunjungan saya ke Indonesia ini tidak semata-mata untuk liburan sahaja. Ia tidak terlepas daripada membincangkan persoalan politik, ekonomi dan sosial negara ini. 

Seseorang yang berlibur seharusnya tidak sekedar berlibur cuma, tetapi dia harus melihat dan menganalisa realitas kehidupan dan ekonomi negara yang dikunjunginya. Justru nanti dia boleh berbagi pengalamannya ke negara asalnya dan membentuk pemahaman yang lebih luas tentang kondisi global yang terjadi hari ini.

Oleh itu, kesempatan menghadiri demo Hari Buruh Migran Internasional yang digelar oleh kawan-kawan Serikat Buruh Migran Indonesia adalah kesempatan yang sangat berharga. Apalagi sebelum ini saya juga pernah ke Indonesia tahun lalu tetapi hanya mengikuti demo menolak kenaikan harga BBM. Keduanya sudah tentu pengalaman yang sangat berbeda namun masih penting untuk memahami gerakan buruh di sini dengan menyeluruh.

Malah, orang yang berlibur itu juga bergerak dari negara lain ke negara lain, sama seperti buruh migran. Namun, pokoknya adalah orang yang berlibur itu cuma turis tetapi buruh migran adalah buruh yang terpaksa bermigrasi untuk mencari rezeki.

Saya juga ialah anggota dalam sebuah organisasi politik dari Malaysia, ‘Sosialis Alternatif Malaysia’ yaitu sebahagian daripada pertubuhan sosialis dan kelas pekerja internasional (Committee for a Workers’ International) yang bergerak di lebih 50 negara. Sosialis Alternatif berkampanye untuk melawan penindasan kapitalisme dan membina masyarakat yang berlandaskan demokratik sosialisme di Malaysia dan sedunia.

Salah satu materi penting kami adalah koran ‘Solidariti Pekerja’ yang membawa ide-ide tentang hak-hak buruh, kepentingan mengorganisir dan berserikat, kejahatan kapitalisme dan lainnya. Latar dan pendirian ini sudah tentu menarik perhatian saya untuk ikut serta dalam demo Hari Buruh Migran Internasional oleh Serikat Buruh Migran Indonesia. Pada tanggal 18 Desember 2015, demo ini telah digelar di tiga titik, yaitu BNP2TKI, KEDUBES Arab Saudi, dan Kemenaker.

Meskipun jumlah peserta demo ini tidak banyak, yaitu dalam sekitar 40 orang sahaja, tetapi saya begitu salut dengan keberanian mereka yang mahu menuntut hak-hak buruh migran. Mereka datang bukan semata-mata untuk diri mereka, tetapi juga untuk kawan-kawan buruh migran yang lain, untuk keluarga, untuk masyarakat, untuk generasi seterusnya, untuk sesiapa sahaja sekalipun. Mereka berdemo bukan kerana narsis.

Para aparat pemerintah, autoriti, pegawai dan lainnya harus mendengar tuntutan buruh migran. Jika ia berhasil, ia dapat memanfaatkan semua orang, termasuk saudara-saudara para pemerintah, autoriti, pegawai dan lainnya. Sudah pasti dalam sesebuah famili akan ada orang yang bekerja sebagai buruh migran di mana-mana tempat. Karena harus menyara keluarga (tulang punggung ekonomi ) dan karena tidak ada pilihan yang lebih baik, buruh migran terpaksa bermigrasi.

Walau bagaimanapun, ketika saat berada di tempat orang, buruh migran telah mengalami berbagai macam permasalahan seperti penyiksaan, perdagangan orang, perlecehan seksual, hukuman mati, kekerasan dan sebagainya. Mereka tidak diberikan keadilan. Sudah banyak kasus kasus kezaliman terhadap buruh migran telah membuktikan dan sebagai cerminan daripada kegagalan pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang bagus untuk rakyatnya.

Buruh migran Indonesia juga tidak lepas daripada ketidakadilan itu. Inilah watak sistem kapitalisme yang amat eksploitatif. Negara yang menganut kapitalisme seperti Indonesia lebih suka memprioritaskan kapital dan keuntungan berbanding mencari jalan untuk mensejahterahkan rakyatnya. Inilah yang dituntut oleh kawan-kawan yang berdemo untuk Hari Buruh Migran Internasional, yaitu menghapus praktek diskriminatif dan memberikan layanan yang adil untuk buruh migran. Meski datang dalam jumlah yang sedikit, tetapi kesadaran dan kesatuan para pendemo ini jelas menjadi representasi terhadap peribahasa ‘bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’.

Namun, ketika saya dalam demo ini, saya mencari-cari sekelompok lagi buruh. Mereka ini juga sama seperti buruh migran, yang tidak punya apa-apa melainkan tenaga kerja dan titik peluh mereka. Mereka harus bekerja dengan majikan dan pemodal yang sudah tentu pastinya hanya memikirkan untuk mengaut seberapa banyak untung.

Ada yang harus berhadapan dengan permasalahan upah minima, kondisi kerja yang tidak sehat, perbudakan zaman moden dan banyak lagi, sama seperti yang dialami buruh migran. Sama sama ditindas, maka seharusnya sama sama berkawan melawan kapitalisme. Ketika Hari Buruh (May Day) pada setiap tanggal 1 Mei, buruh migran akan bersama-sama meyertai demo dengan sekelompok buruh ini, begitu juga dengan aksi aksi lain yang menyentuh tentang kehidupan yang lebih baik. Tetapi pada Hari Buruh Migran Internasional, saya sepertinya tidak melihat kelibat sekelompok buruh ini. Ya, Quo vadis buruh industri Indonesia?

‘Kaum buruh sedunia, bersatulah!” –Karl Marx. Tidak kira kalian buruh migran atau buruh industri, ayo bersatu melawan kejahatan kapitalisme dan rezim pemerintah!

Penulis: Sharifah Nursyahidah, anggota Sosialis Alternatif Malaysia. Tulisan ini adalah opini penulis semata-mata.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Quo Vadis, Buruh Industri Indonesia? Rating: 5 Reviewed By: Zulkifly lamading