728x90 AdSpace

TERKINI
Thursday, 24 December 2015

SBMI; Menuntut Perlindungan Sejati Bagi Buruh Migran Indonesia

SBMI Menutntut hak-hak BMI
Aksi SBMI dan PPRI memperingati Internasional Migran Day. Photo: Indah
KORANMIGRAN, JAKARTA - Negara yang berdaulat adalah Negara yang menghormati dan dihormati martabat dan kemanusiannya oleh bangsa sendiri maupun bangsa lain. Tidak ada satu bangsapun yang berhak merendahkan dan melecehkan martabat kemanusiaan yang diakui dan dilindungi dalam norma hukum nasional maupun internasional. Hak untuk hidup, hak untuk bekerja secara layak, baik di dalam maupun di luar negeri adalah bagian dari hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara.


Pada tanggal  12 April 2012 Pemerintah Indonesia akhirnya meratifikasi konvensi PBB yang telah dibuat tahun 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan anggota keluarganya setelah mendapat desakan dari para buruh migran, serikat dan organisasi yang peduli terhadap kasus-kasus yang terjadi pada buruh migran Indonesia (BMI), para buruh migran Indonesia (BMI) berharap dengan diratifikasikannya konvensi ini maka kebijakan pemerintah yang ada benar-benar diimplementasikan dan dilaksanakan agar memberikan perlindungan kepada BMI. Namun pada kenyataannya, sudah tiga setengah tahun konvensi ini di-rativikasi, upaya perlindungan bagi BMI belum juga menunjukkan hasil yang signifikan.


Arus migrasi tenaga kerja indonesia ke luar negeri semakin hari semakin membesar jumlahnya. Hal ini disebabkan karena problem ketenagakerjaan di dalam negeri yang belum terpecahkan. Krisis yang tidak kunjung selesai hingga saat ini juga mendorong percepatan terjadinya migrasi. Diperkirakan jumlah buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri sebesar 7juta orang. Sebagian besar diantara mereka adalah perempuan (sekitar 70 %) dan bekerja di sektor domestik (sebagai PRT) dan manufaktur. Dari sisi usia, sebagian besar mereka berada pada usia produktif (diatas 18 tahun sampai 35 tahun), namun ditengarai banyak juga diantara mereka yang sebenarnya berada pada usia anak-anak. Kenyataan ini terjadi karena mereka banyak yang dipalsukan identitas dokumen perjalanannya. Selebihnya, sekitar 30 % adalah laki-laki, bekerja sebagai buruh perkebunan, konstruksi, transportasi dan jasa.

Kebijakan moratorium nyatanya sama sekali belum atau malah menghindar dari kewajiban pemerintah menangani secara langsung akar masalah pelanggaran hak buruh migran, yaitu masalah perekrutan non-prosedural yang terus merajalela. Justru sebaliknya, data Kementrian Luar Negeri menunjukkan dari tahun 2011 hingga oktober 2015, telah terjadi kenaikan kasus perdagangan manusia, deportasi dan kasus ABK (Prosedural maupun non-prosedural). Dalam tiga tahun terakhir rata-rata kenaikan kasus sebanyak 52,5%. Data dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) juga mencatat dari 321 kasus yang ditangani, rata-rata BMI mengalami lebih dari satu pelanggaran kasus. Sementara itu, pengalaman solidaritas Perempuan dalam melakukan pengorganisasian dan penanganan kasus kekerasan terhadap buruh migran juga menunjukkan kerentanan perempuan buruh migran terhadap trafficking. Indikasi trafficking terlihat jelas dari proses perekrutan dan penempatan baik melalui maupun tidak melalu PPTKIS berupa pemalsuan dokumen, penggunaan bisa turis (bukan visa kerja) dan modus berpindah-pindah majikan.

Langkah ratifikasi, seharusnya langsung diikuti dengan kebijakan di tingkat nasional maupun daerah. Hal ini juga jelas tercantum didalam misi Jokowi-Jk ketika kampanye. Namun hingga 3 tahun konvensi ini dirativikasi, belum juga terlihat langkah-langkah signifikan dari pemerintah terkait kebijakan maupun langkah implementasi lainnya. Proses revisi UU No. 39 tahun 2004 belum menghasilkan perubahan yang signifikan dan mencakup perlindungan komprehensif bagi Buruh Migran sebagaimana yang diatur didalama Konvensi Migran 90.

Sementara, program-program pemerintah terkait buruh migran terkesan sebagai program yang parsial dan bukan solusi dari akar permasalahan yang terjadi. Bahkan, beberapa kebijakan yang dikeluarkan seperti Roadmap Zero Domestic Workers dan Moratorium cenderung diskriminatif terhadap buruh migran, terutama kelompok yang paling rentan yaitu perempuan buruh migran yang berkerja sebagai pekerja rumah tangga, seperti pengurus rumah tangga, penjaga bayi, tukang masak, pengurus lansia, supir keluarga, tukang kebun dan pengurus anak.

Dari jumlah BMI yang mayoritas adalah pekerja rumah tangga seharusnya pemerintah membuat peraturan perundangan untuk melindungi pekerja rumah tangga migran dan domestic. Pemerintah harus segera meratifikasi konvensi ILO 189 tentang kerja rumah tangga layak  dan segera mengimplementasikan kedalam UU Perlindungan bagi Buruh Migran dan keluarganya.

Upaya pemerintah untuk mendorong kebijakan di tingkat regional  (ASEAN) terkait perlindungan Buruh Migran pun belum menghasilkan UU perkerja rumah tangga. Pembahasan Asean Framework Instrumen for The Protection and Promotion of the rights of migrant workers yang dilakukan sejak lahirnya deklarasi Cebu pada 2007 masih mengalami kebuntuan  (dead lock) hingga saat ini.

Indonesia yang mengadopsi Sustainable Development Goals ( SDGs) yang mengakui kontribusi buruh migran dalam gerak ekonomi dunia. Dalam beberapa tujuan dan target di SDGs, juga diupayakan buruh migran harus bekerja dalam situasi kerja layak, tidak didiskriminasi, bebas dari perbudakan dan dilindungi hak asasinya. Visi Misi NAWACITA yaitu 9 Agenda Prioritas Pemerintahan Jokowi-JK untuk menghadirkan Negara dalam perlindungan buruh migran juga telah dielaborasi dalam RPJMN 2015-2019. Komitmen global dan nasional tersebut seharusnya tidak hanya menjadi dokumen diatas kertas, tetapi harus juga menjadi panduan kebijakan.

Kebijakan mengenai buruh migran juga harus berbasis dengan realitas kerentanan yang dialami buruh migran seperti kekerasan berbasis gender, praktik migrasi berbiaya tinggi yang berpotensi terjadinya pidana perdagangan manusia, kasus-kasus hukuman mati dan situasi kerja yang tidak layak. Buruh migran juga harus didengar, dilibatkan secara aktif dalam setiap perumusan kebijakan mengenai buruh migran. Kekerasan terhadap buruh migran perempuan harus dicegah, tidak hanya direspon. Pencegahan tersebut dilakukan dengan membangun system pendidikan pra migrasi yang berbasis gender dan HAM.

Oleh karena itu, pada rangkaian peringatan hari Buruh Internasional yang dilakukan pada tanggal 18 Desember 2015 yang lalu, dimanfaatkan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melayangkan sejumlah tuntutan mendesak kepada pemerintah dengan menggelar aksi yang melibatkan beberapa organisasi yang tergabung dalam aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI), dengan berbagai tuntutan, seperti :
1.       Cabut UU No. 39/2014, buat dan sah-kan UU Perlindungan Buruh Migran yang Pro Buruh Migran
2.       Hapuskan biaya penempatan BMI ( Stop Overcharging)
3.       Kesetaraan standarisasi Upah Layak bagi BMI di semua Negara Penempatan
4.       Tolak PP 78/2015 dan naikkan Upah Buruh Minimal 50%
5.       Berlakukan 7 jam kerja dan 1 jam istirahat
6.       Bebaskan BMI untuk Proses Kontrak Mandiri
7.       Hentikan Sistem Booking Pembuatan/Perpanjangan Paspor
8.       Cabut sistem Online Penempatan BMI
9.       Cabut KTKLN
10.   Cabut penutupan penempatan BMI ke Timur Tengah, berikan kepastian perlindungan BMI
11.   Kepastian kontrak kerja BMI, minimal 3 tahun
12.   Perlindungan BMI dari PHK sepihak dan permudah kontrak baru
13.   Jaminan sosial bagi BMI dan keluarganya sebagai tanggung jawab Negara
14.   Tolak sistem KUR dan kebijakan wajib transfer gaji BMI
15.   Hapus pelarangan pindah agen
16.   Tingkatkan dan prioritaskan pelayanan KBRI/KJRI di Negara penempatan
17.   Hapuskan sistem perbudakan modern
18.   Selamatkan BMI dari ancaman hukuman mati
19.   Bubarkan BNP2TKI dan hapuskan perlibatan swasta (PPTKIS dan Perusahaan Asuransi) dalam proses penempatan BMI
20.   Ratifikasi konvensi no. 189 tentang kerja layak PRT


Ditulis oleh: Amelia Manurung. 
Aktif berorganisasi di Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN)

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: SBMI; Menuntut Perlindungan Sejati Bagi Buruh Migran Indonesia Rating: 5 Reviewed By: Zulkifly lamading