728x90 AdSpace

TERKINI
Saturday, 16 January 2016

BMI Sebagai Pahlawan Devisa Atau Sapi Perah Bagi Pemerintah

BMI menuntut perlindungan sejati dari pemerintah
BMI adalah pahlawan yang tertindas. Photo: Istimewa
KORANMIGRAN - Entah satu kebanggan atau bahkan sebaliknya, sesuatu hal yang menyedihkan bagi rakyat, bangsa dan Negara Indonesia dengan pemberitaan baik di media sosial maupun media baca serta elektronok mengenai TKI yang hingga detik ini tak pernah ada ujungnya.

Bahkan kita masih menyaksikan kekejaman penguasa yang disetir oleh kaum pemodal yang ingin menguasai dunia, bukan rahasaia dunia kalau sampai detik ini kita pun masih menyaksikan ribuan bahkan jutaan anak anak di Indonesia tidak menikmati haknya sebagai anak anak, orang- orang miskin tidak menikmati hak hidupnnya sebagai manusia.

Traficking merajalela dengan kedok pengiriman tenaga kerja, perbudakan modern menjamur dengan sampul tenga kerja,Semua itu kerap menjadi menu santapan berita sehari hari di media massa.

Program pengiriman TKI yang dianggap sebagai solusi untuk mengentas kemiskinan,mengurangi jumlah pengangguran, menekan angka kejahatan serta membantu peran pemerintah dalam tanggung jawabnya untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak Indonesia.

Justru telah menciptakan penderitaan baru bagi rakyatnya, ketika laki dan perempuan harus dipaksa untuk meninggalkan anak, keluarga dan orang-orang yang dicintainya dengan tekad untuk membantu perekonomian keluarga, mereka pun rela menggadaikan separuh nyawanya dan pergi jauh ke luar negeri sebagai tenaga kerja murah dengan jaminan tanpa perlindungan apalagi kesejahteraan sebagai rakyat dan migran dari pemerintah Indonesia.

Justru keberadaan BMI di luar negeri tersebut dijerat dan diikat dengan UU PPTKILN no.39/2004 yang tentunya berkedok perlindungan bagi buruh migran, serta peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa, memeras, dan menindas buruh migran yang di lakukan bukan saja oleh pemerintah Indonesia tetapi juga dilakukan oleh pemerintah di Negara penempatan BMI.

Seperti Hongkong, yang saat ini terdapat sekitar 169.000 orang BMI  justru menjadi negara yang menerapkan system perbudakan modern bagi buruh migran dengan kondisi kerja 13 sampai 24 jam, akomodasi yang tidak layak, upah yang murah serta jenis pekerjaan yang tergolong bahaya, kotor, dan hina.

Kondisi seperti ini pun dilegalkan oleh pemerintah Hongkong melalui perjanjian kontrak kerja yang sifatnya mengikat dan lebih parah lagi keberadaan KJRI sebagai Konsulat Republik Indonesia justru lebih rela menjadi perpanjangan kaki tangan pemerintah Indonesia untuk meneruskan dan melaksanakan segala kebijakan yang menekan BMI daripada memberikan dan menerapkan perlindugan bagi BMI.

Terbukti selama ini segala kebijakan Pemerintah Indonesia melalui KJRI selalu mengarah dan mengedepankan hubungan bilateral dan kerja sama antar PPTKIS dan Agensi sebagai bentuk ikatan penghisap keringat, air mata bahkan darah BMI. Program pengiriman TKI yang diterapkan sebagai kebijakan pemerintah ini benar-benar telah menjadi ladang emas bagi pemerintah dalam peningkatan sumber pendapatan Negara bahkan jumlahnya menempati urutan ke dua setelah MIGAS.

Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) jumlah remittance dari Tenaga Kerja Indonesia sebagai penyumbang devisa Negara pada tahun 2015 mencapai USD 10,5 milliar atau 144,95 triliun (kurs Rp.13.805). jumlah tersebut mengalami peningkatan 24 persen dari tahun 2014 yaitu sebesar USD 8,4 milliar, hal ini tentunya sangat membanggakan pemerintah serta memotivasi untuk terus berupaya meningkatkan jumlah pengiriman TKI agar jumlah Devisa yang dihasilkan juga meningkat sesuai bahkan lebih dari yang di targetkan.

Tanpa mempedulikan bagaimana nasib, kondisi dan penderitaan Buruh Migran serta perlindungannya, tanpa mempedulikan bagaimana keluarganya. Selama keberadaan Buruh migran Indonesia di luar negeri masih dianggap mampu menopang pundi pendapatan negara, maka cukuplah tittle sebagai pahlawan devisa menjadi gelarnya, namun ketika Buruh Migran Indonesia bermasalah, seperti sakit, dianiaya, dilecehkan, bahkan meninggal dunia di luar negeri, maka keberadaan BMI tersebut dianggap beban bagi Negara dan pemerintah.

Jika pemerintah tanggap dengan apa yang menjadi kebutuhan BMI, gelar sebagai pahlawan devisa itu bukan jawaban, tetapi bentuk perlindungan yang kongkret dan nyata adalah mimpi BMI yang sampai saat ini tidak pernah menjadi realita. Setiap tuntutan yang dimenangkan organisasi BMI melalui perjuangannya selalu ditindaklanjuti dengan kebijakan baru yang fungsinya sama yaitu untuk kembali menekan, memaksa, merampas, dan memeras Buruh Migran Indonesia.


Oleh : Ryan Aryanti.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: BMI Sebagai Pahlawan Devisa Atau Sapi Perah Bagi Pemerintah Rating: 5 Reviewed By: Zulkifly lamading