BMI sampai sekarang terus berjuang menuntut kemerdekaan sejati, Photo: SBMI |
KORANMIGRAN - Penjara membuat Pramoedija Ananta Toer lebih produktif dalam menghasilkan karyanya. Ujar seorang kawan aktivis Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA) hal ini memang benar adanya, salah satu karyanya yang berjudul keluarga gerilya ini pun lahir di dalam penjara.
Bukan penjara pulau Buru zaman orba namun di penjara bukit Duri pada tahun 1949 masa-masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari gempuran tentara sekutu Nederlands Indies Civil Administration (NICA).
Dalam buku keluarga gerilya ini yang mengambil latar tempat di bujuran gang tengah, Jakarta. Daerah merdeka nama tak resminya kala itu.
Tinggallah seorang janda tua Amilah namanya, Ia memiliki tujuh orang anak yakni Kartiman, Saaman, Canimin, Salamah, Patimah, Salami dan Hasan. Kartiman dan Canimin adalah tentara gerilya yang merupakan buronan pasukan sekutu NICA. Karena keduanya bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan, maka tinggallah Saaman yang menjadi tulang punggung keluarga menghidupi ibu dan adik adiknya Salamah, Patimah, Salami dan Hasan sebagai tukang becak.
Namun demikian Saaman pun di tangkap tentara sekutu karena dianggap sebagai pasukan gerilya. Masalah baru pun muncul karena tulang punggung keluarga satu satunya pun sekarang sudah di tangkap pasukan sekutu akhirnya Salamah pun memberanikan diri meminta izin untuk bekerja demi menghidupi keluarga meskipun ditentang oleh ibunya.
Dari sedikit penggalan cerita di atas ada satu hal yang tidak bias kita pungkiri bahwa sampai hari ini kesulitan ekonomi yang menjerat leher rakyat masih saja terjadi dan hal inilah yang memaksa jutaan keluarga BMI mau tidak mau harus merelakan Salamah-salamahnya bekerja di Luar Negeri.
Salamah-salamah kita masa kini pun harus bekerja dengan kondisi yang tidak kalah berbahayanya dengan zaman gerilya dulu, upah murah, terlilit hutang, penyiksaan, pelecehan seksual, perbudakan modern, perdagangan manusia, dan lain sebagainya selalu mengintai mereka yang dengan perwira mau bekerja di negeri orang demi menghidupi keluarganya.
Kondisi semacam ini meyakinkan kita bahwa dari zaman gerilya dulu hingga hari ini kita belumlah merdeka, kondisinya pun belum berubah. mencari penghidupan layak susah, biaya sekolah mahal, biaya kesehatan mahal, elit politik borjuis yang setiap pemilu datang dengan janji-janji dan pasca pemilu penuh tipu-tipu dan segudang masalah lainnya memperparah kondisi kehidupan rakyat.
Pun demikian adanya sejatinya. Hal ini semakin mempertebal keyakinan kita bahwa hanya sosialismelah jalan keluar kita dari kondisi ini. Sehingga lingkar Dajjal masalah ekonomi yang menuntut setiap keluarga sejak zaman gerilya hingga keluarga BMI hari ini untuk merelakan anaknya bekerja meski tanpa perlindungan dan senantiasa di intai bahaya ini dapat di hentikan.
Memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin.
Bukankah Sema’un Bapak Buruh dan pendiri bangsa ini berkata; ‘Semua yang mengetahui kebaikan serta kemuliaan orang yang hidup, tentu setuju dan harus turut serta membantu gerakan sosialisme”.
Panjang Umur Perlawanan!
Ditulis oleh: Roni Septian BK, Anggota DPC SBMI Sumbawa
0 komentar:
Post a Comment