728x90 AdSpace

TERKINI
Monday 25 January 2016

Ketika Harapan Menjadi Ketakutan

derita buruh migran
foto ilustrasi by istimewa

Sudah dua bulan ini perempuan muda itu menganggur, sejak masa kontraknya habis, kecemasan melanda hatinya. umurnya baru genap 29 tahun bulan lalu, dia memutuskan untuk menyeberang ke Makau setelah visanya hampir habis. Uang hasil kerjanya sudah habis dikirimnya ke desa untuk biaya anaknya yang berumur 2 tahun. semenjak di tinggal lari suaminya dengan wanita lain, hidup wanita itu berantakan ekonominya hingga diputuskannya untuk bekerja di luar negeri sebagai buruh migran di sebuah keluarga Tionghoa itu.


Kontrak kerjanya tidak diperpanjang lagi karena sang majikan meminta orang tuanya tinggal di panti jompo milik negara di Hongkong. sebab sang Majikan baru saja menikah dan akan pindah dan tinggal di Amerika bersama istrinya. sang majikan baik memberinya bonus di akhir kali gajiannya. namun uang itu tak bertahan lama, karena dia dijerat hutang oleh rentenir yang meminjamkan uangnya dengan bunga yang tinggi.


Rentenir itu saudara dengan agen penyalur sebagai bisnis keluarga yang kebetulan menjadi pengurus partai yang terkenal agamis di negerinya. maka setelah menimbang dengan hati hati, diputuskannya untuk tidak kembali ke negerinya, mengingat ongkos tiket dan urusan utang piutangnya belum selesai dan sang rentenir menawarkan tempat tinggal sementara dengan kondisi yang seadanya.


Tidak ada kamar buatnya. Sebab tempat tinggalnya berada di sebuah ruangan besar dan disana ada 4 perempuan muda yang baru saja datang dari kabupaten sebelah kota asalnya. meski diberikan tempat gratis,tempat itu sangat mengerikan sekali. pernah suatu malam, sang rentenir menyeretnya keluar saat wanita itu pulas tertidur dan memaksanya berhubungan badan. rupanya dari nafasnya keluar bau alkohol murahan. Sang rentenir mabuk,wanita itu hanya menangis, merasakan nasibnya yang laknat.


Malam itu bulan mengutuk hidupnya, matanya sembab dan lebam lebam wajahnya bekas pukulan sang rentenir yang mabuk. Wanita itu hanya menangis sementara teman-temannya hanya melihat ketakutan. Mereka seperti domba yang dikandang dan dikelilingi serigala... 


Semenjak malam itu dia terus berdoa, agar nasib mujur datang padanya. dibenaknya tersimpan harapan agar rentenir itu melepasnya. ya,...lepas dari neraka dunia ini.bahkan menjadi gelandangan sudah menjadi gambaran buruk dalam benaknya, asal merdeka dan bermartabat.


Satu bulan kemudian sang rentenir itu berkata padanya, "Hei kau kere! Sini cepat! kau masih hutang padaku, bagaimana kau akan balikin hutangmu! Dasar lonte! Kapan hah !!... 


Perempuan itu menunduk gemetar tak menjawab. Disekanya sudut matanya dengan punggung tangannnya. Dadanya naik turun nafasnya megap megap.bunyi deru mesin dijalan raya yang padat di depan rumah seperti hilang ditelan ketakutan, senyap seperti malam.


"Kapan hah ?!!" sang rentenir berjalan mendekat, dijambaknya rambut perempuan itu. Dia merintih kesakitan. Dengus nafas rentenir itu berhembus memburu ditelinganya."kutolong sekali ini saja, jika kau berani macam macam denganku, kukejar kau sampai neraka. mengerti!!"


Perempuan itu mengangguk lemah. Hatinya remuk digilas ketakutan. tangan kekar itu melayangkan telapaknya ke pipi kirinya "plak!!"...


Tiba tiba rentenir itu berkata lembut pada perempuan itu. 


"Ini..kuberi kau pekerjaan. Temui teman bisnisku di taman Victoria. Serahkan tas ini padanya. Dan bilang padanya aku sedang sakit. Jangan banyak bertanya benahi penampilanmu dan pegang hp ini. Nanti kau akan ditelpon olehnya, dan ingat sekali lagi, jangan sekali kali kau bertindak macam-macam. Mengerti!!!"


Satu jam kemudian sampailah perempuan itu di taman Victoria. hanya ada beberapa orang yang pacaran berpencar. Rentenir keparat itu menyuruhnya untuk menunggu panggilan telpon. Dalam perjalanan dari rumah hingga stasiun bawah tanah tadi. Perempuan itu merasa ada yang mengikuti. dan dia berpikir pasti suruhannya rentenir bangsat itu. Mungkin ini test untuk melatih kepercayaan pikirnya.


Tiba tiba telpon genggamnya berdering membuyarkan lamunannya. ditekannya tombol hijau. Terdengar suara laki laki dari seberang memintanya duduk dikursi taman disebelahnya. Dipenuhinya permintaan orang di seberang telponnya. 


"Akan ada orang yang akan menjemput", ujarnya.


Suaranya dingin dan berat. Sejurus kemudian datanglah seorang perempuan menghampirinya dan berkata dengan logat bahasa kanton yang kikuk. Dari wajahnya mirip orang filipina.


"Selamat malam, aku diminta ambil tas dari boss kamu...", tanpa pikir panjang diraihnya tas disampingnya. Tiba tiba orang yang pacaran disudut taman berlari menghampirinya dan sejurus kemudian beberapa orang disekelilingnya berteriak "Jangan bergerak..!!!"


                                                          ******************

Perempuan itu tertunduk, ditatapnya ujung sepatu kets hasil dari gaji pertamanya. Sepatu yang cantik berwarna pink dengan bintang kecil kerlap-kerlip disisi sampingnya. Harganya juga cantik meski ia tahu bahwa sepatu itu dibuat oleh tangan terampil buruh yang di upah murah di negaranya sendiri.


Lamunannya berantakan saat suara benda keras mengetuk meja. palu hakim itu mengkilap memantulkan cahaya matahari yang dibiaskan dari kaca nako di samping kirinya..


Hari ini adalah gambaran masa depannya. Acara pembacaan tuntutan oleh Jaksa dilaksanakan tepat waktu. Jantungnya berdebar kencang saat Jaksa yang menatapnya sinis itu menyerahkan foto kopi berkas tuntutan kepada hakim di depannya. Jaksa itu membacakan tuntutannya.


Hati perempuan itu kecut. Suara Jaksa itu sungguh didengarnya seperti bicara di dalam kolam air. Perempuan itu sayup-sayup saja mendengarnya. Dalam tuntutan, Jaksa tetap saja menggunakan keterangan yang ada di BAP dan dakwaan dan menjatuhkan tuntutan HUKUMAN MATI !!!.


Mata perempuan itu berlinang air matanya, semua menjadi kabur dalam penglihatannya. Ingatannya kembali ke tanah airnya. Hijau dan penuh kerinduan akan tentram dan sederhananya desa. Wajah anaknya terbayang, senyumnya yang ringan, matanya yang bening dan rambutnya yang ikal, meremas remas jiwanya. Pandangannya kosong menatap sang hakim bijaksana di bawah sebuah slogan departeman keadilan yang berbunyi "Keadilan adalah pondasi terkuat dari pemerintahan yang baik".


Tak mampu menenangkan hatinya, matanya mengabur dan berlahan buram lalu menghitam dan hening membius kesadarannya.


Pondok Kopi, 25 Januari 2016
Benk Riyadi
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Ketika Harapan Menjadi Ketakutan Rating: 5 Reviewed By: Kalijogo